KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Yang membuat lemah di usaha jasa pariwisata adalah faktor sumber daya manusia (SDM)-nya. Maka, pelaku usaha wisata dan kuliner harus bisa menganalisis usahanya.
Trainer tingkat nasional, Aris Widianto, memaparkan hal itu dalam pelatihan peningkatan inovasi dan higienitas sajian kuliner, di Sevilla Resort Borobudur, hari ini (Selasa, 29/10/24). Pria asal Purbalingga itu selebihnya memberikan gambaran bahwa bisnis pariwisata di Indonesia hanya efektif enam bulan. Karena dalam satu tahun ada 12 bulan, atau 365 hari, banyak terpotong hari sepi wisata.
Dijelaskan, dari 365 hari itu kunjungan wisata biasanya sepi di bulan puasa. Selain itu di masa ujian sekolah, juga di hari Jumat. Padahal jumlah hari Jumat setiap tahun ada 48 kali.
Dengan demikian, kata dia, dalam setiap tahun tersisa enam bulan efektif untuk wisata. “Bayangkan, enam bulan menopang kebutuhan setahun. Bisa apa tidak. Wajar saat pandemi, dunia wisata hancur,” katanya.
Terkait hal itu, menurut dia, pemilik usaha kuliner atau wisata harus membuat perencanaan yang matang. Diberikan gambaran, setiap tahun memang banyak hari sepi wisata. Sebagai contoh, tiap bulan Agustus banyak tontonan gratis di desa, sehingga sepi kunjungan wisata.
“Maka, perlu menyiapkan paket sejak sekarang. Misalnya paket berbuka puasa bersama. Jangan mendadak,” tuturnya.
Sejalan dengan itu, saran dia, harus ada karyawan yang mengelola jadwal kegiatan, lengkap dengan tanggalnya. “Sudah menyiapkan agenda tahun baru dan Agustus 2025 apa belum. Ada hotel di Solo yang telah menyiapkan agenda setahun sebelumnya,” tuturnya.
Kepada 40 peserta pelatihan selama empat hari itu dia juga mengingatkan perlunya pelayanan yang baik. Misalnya butuh menyediakan juru parkir yang keren, misalnya wanita cantik. “Jangan pria berambut gondrong seperti preman,” tuturnya.
Pada pelatihan tersebut, dia juga sempat bertanya kepada peserta, apakah ada usaha yang omzetnya turun drastis. Ternyata ada pelaku usaha kuliner di dekat Candi Borobudur yang belakangan ini omzetnya turun 70 persen. Itu disebabkan adanya fasilitas Museum dan Pasar Seni Borobudur.
Menurut Aris, usaha pariwisata memang bisa menghempas siapa saja yang tidak melakukan perubahan, inovasi (mencari sesuatu yang baru), menjawab kebutuhan wisatawan. Faktor yang sering dikeluhkan wisatawan di wisata kuliner, ada beberapa. Yakni kotor, kondisi yang kurang sehat, pelayanan dan kemampuan berkomunikasi, serta harga yang mahal.
Eko Priyono