blank
Berharap hadirnya para kepala daerah yang peduli kaum disabilitas. Ilustrasi: SB.ID

blankOleh Marjono

BANGSA kita sarat atas serat atau naskah-naskah lama dan besar yang bisa menjadi pustaka hidup. Salah satunya, Serat Wedhatama karya besar Mangkunegara IV masih relevan membekali kita menghadapi berbagai tantangan zaman. Serat ini mengajarkan kepada siapa pun (birokrat, politisi, pejabat, para cakada (calon kepala daerah) bahkan rakyat).

Maka kemudian, bagaimana aktor-aktor tersebut bersikap yang tepat dalam mengarungi perubahan zaman, di mana kita diharapkan untuk selalu waspadeng semu (mampu menangkap gelagat), sesadon ingadu manis (menanggapi segalanya dengan manis).

Pelajaran besar ini juga memasok perilaku dan sikap tidak sombong, tak menjerumuskan. Bahkan apabila orang telah mengetahui ilmu sejati akan bunga ingaran cubluk, sukeng tyas yen denina (suka dianggap bodoh, gembira jika dihina) namun sinambi ing saben mangsa, lelana teka-teki (setiap ada kesempatan mengembara bertapa atau belajar dengan giat).

Menapaki terjalnya tantangan para calon pemimpin, termasuk cakada diajak untuk selalu sumanggem anyanggemi, nora ketang teken janggut suku jaja (selalu siap sedia, bergeming meski dengan susah payah). Wedhatama menekankan tiga hal dalam kehidupan, yakni wirya arta tri winasis (keluhuran, materi dan kepandaian).

Kelompok Disabilitas

Dalam merawat visi misi para calon pemimpin untuk menyejahterakan rakyat, sudah waktunya mereka berikhtiar memberdayakan masyarakat dengan menjunjung tinggi harkat martabat, nguwongake rakyat, termasuk memberdayakan kelompok disabilitas. Bagaimana transformasi disability menjadi ability. Sebagaimana yang diucapkan oleh Angkie Yudistia dalam bukunya Menuju Indonesia Inklusi (2023), bahwa disabilitas bukan objek belas kasihan!