Para pengunjung terlihat ramai mendatangi galeri Kolektif Hysteria di Jalan Stonen 29 Bendan Ngisor yang memamerkan benda-benda koleksi pribadi sebagai produk seni kontemporer, Jumat (31/5/2024) malam. Foto: hp

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kolektif Hysteria melalui platform Artlab mengadakan pameran seni bertajuk Benda dan Koleksi Pribadi sebagai Objek Kuratorial selama sepekan di galeri Jl. Stonen No.29, Bendan Ngisor.

Acara pameran ini dihadiri oleh puluhan hadirin yang datang dan rata-rata merupakan kaum muda Kota Semarang yang memiliki minat besar dengan seni kontemporer.

Acara pameran ini sendiri merupakan bagian dari program Untuk Perhatian yang melibatkan delapan peserta yang lolos melalui pendaftaran terbuka. Delapan peserta yang telah mengikuti workshop pun melakukan pameran dengan benda yang lolos kurasi.

Pujo Nugroho sebagai project manager acara pameran tersebut mengatakan, bahwa sebenarnya ada perbedaan antara even sekarang dengan sebelumnya dimana program Untuk Perhatian #6 cenderung menyoroti narasi yang diolah para peserta dari materi yang dibawa.

“Untuk Perhatian kali ini lebih fokus ke wacana apa yang diolah dari materi yang dibawa. Selain itu, Untuk Perhatian kali ini menjadi pembuka seri lokakarya kuratorial dan akan dilaksanakan dua sampai tiga kali dengan konteks yang berbeda,” tutur Pujo, Jumat (31/5/2024) malam di sela-sela acara pameran.

Pujo menyatakan, jika peserta sebenarnya menjadikan koleksi pribadi sebagai objek kurasi dimana koleksi pribadi menjadi objek kurasi karena dekat dengan keseharian.

“Benda koleksi pribadi dipilih karena dekat dengan kita dan banyak dari peserta yang belum pernah mengikuti workshop kuratorial, takutnya memakan waktu dan teman-teman menjadi bingung,” kata seniman yang akrab disapa Pupung ini.

Lokakarya Untuk Perhatian #6 dibagi ke dalam tiga sesi, yaitu lokakarya, instalasi, dan presentasi. Peserta dan fasilitator berdiskusi terkait praktik kuratorial dan memetakan gagasan dalam lokakarya.

Kedua pihak juga membuka ruang obrolan guna menentukan bagaimana karya akan diinstalasikan dalam sebuah pameran. Setelah instalasi selesai, peserta melakukan presentasi kepada pubik pada saat acara.

“Awalnya mengundang teman-teman yang terpilih dan membahas kemungkinan benda pribadi yang dapat menjadi objek kurator dan meminta teman-teman membawanya. Setelah itu, benda tersebut dipetakan dan membedah sejauh mana benda tersebut memiliki value, paling tidak untuk personal mereka,” ungkap Pujo.

Dalam lokakarya, mereka mengaitkan nilai yang dimiliki benda pribadi tersebut dengan permasalahan yang relevan dengan publik. Sehingga, jika isu yang awalnya dinilai personal, maka kemudian diolah lebih jauh agar bisa dikonsumsi khalayak umum.

“Setelah sepakat, selanjutnya mengaitkan benda tersebut dalam isu yang relate dengan publik. Intinya lebih fokus bagaimana mengelola wacana isu dari benda tersebut,” lanjut Pujo.

Lebih jauh dirinya menjelaskan, pameran tersebut dilakukan secara sederhana karena adanya acara duka di dekat lokasi. Penyebaran poster pun dilakukan sehari sebelumnya, walau begitu pengunjung terlihat ramai memenuhi set pameran.

“Awalnya aku membayangkan bendanya hanya diolah secara sederhana. Mungkin mengolahnya hanya di-zoom out atau scaling, maupun dari hitam putih menjadi berwarna,” katanya.

Pujo mengaku karya para peserta lokakarya justru melebihi ekspektasinya. Karya instalasi dikerjakan dengan mendayagunakan berbagai media yang menarik.

“Tapi setelah melihat hasilnya, ada yang dibikin pake clay, ada yang dicetak dengan media kain, dan ada yang diinstalasikan menggunakan meja. Semuanya melebihi ekspektasi dan mengejutkan,” katanya.

Pujo berharap acara ini dapat menjadi pemantik dalam melihat kemungkinan lain praktik-praktik berkesenian yang ada di Semarang.

“Harapannya yang utama kita berusaha menawarkan aktivitas seni lainnya yang berkaitan dengan seni rupa kontemporer dan terlibat dalam pengolahan wacana, menulis narasi atau membuat aktivitas yang relevan. Memang kita harus mengakui ketidaksamaan antara kita semua, itu yang kemudian harus disadari dan dicari solusinya,” katanya.

Pujo berharap para peserta workshop dapat mengelola wacana dan menyampaikannya kepada publik menjadi hal yang penting. Dirnya menekankan agar para peserta bisa mengingat hal tersebut, meski memiliki latar belakang keilmuan berbeda.

“Ketika tidak sama, it’s okay tetapi kita sadar harus mencari satu poin tertentu bahwa kita sama dan menyamakan visi untuk melancarkan acara ini. Harapannya kita dapat menemukan cara untuk mengakomodasi adanya pertukaran pengetahuan,” katanya.

Sebagai informasi, Untuk Perhatian #6 menjadi pembuka seri lokakarya kuratorial yang selanjutnya akan dilaksanakan dua sampai tiga kali dengan konteks yang berbeda.

Agenda tersebut masuk dalam rangkaian menuju ulang tahun Kolektif Hysteria ke-20, serta Event Strategis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI, melalui program Dana Indonesiana.

Hery Priyono