blank
Rektor IAINU Kebumen Fikria Najitama MSI mengenakan jaket Banser.(Foto:SB/Ist)

KEBUMEM (SUARABARU.ID) – Rektor Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen Fikria Najitama MSI menyayangkan tidak munculnya madrasah dalam RUU Sisdiknas.

Menurut Fikria kepada Suarabaru.id, Selasa (29/3), apa susahnya memasukkan madrasah dalam draf RUU Sisdiknas yang diusulkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Sedangkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, sekolah dan madrasah memiliki posisi yang sama. Bahkan secara eksplisit disebut dalam pasal-pasal UU Sisdiknas.

Dirinya juga mempertanyakan mengapa dalam penyusunan draf RUU Sisdiknas harus memunculkan polemik? Sedangkan madrasah yang merupakan bagian dari Sisdiknas telah eksis dan berkontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa.

Fikria menegaskan, seandainya draf RUU dipaksakan dengan tanpa Madrasah, maka dengan ini pihaknya mendukung para anggota Komisi X DPR untuk menolaknya masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.

”DPR harus menolak RUU sampai draf RUU Sisdiknas memasukkan madrasah sebagaimana UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,”tandas pria yang sedang menempuh S3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.

blank
Pakar hukum IAINU Kebumen Dr HM Bahrul Ilmie SAg MHum.(Foto:SB/Ist)

Senada dengan hal tersebut pakar hukum Fakultas Syariah, Ushuluddin dan Dakwah IAINU Kebumen  DR HM Bahrul Ilmie SAg  MHUm menyatakan, RUU Sisdiknas memang harus diklarifikasi. Sebab  madrasah merupakan  aset umat Islam sekaligus aset Kemenag.

Menurut Bahrl Ilmie, isi naskah akademik memang banyak perubahan dibanding UU No 20 Tahun 2003. Namun itu masih membutuhkan proses  pada naskah politik hingga menjadi naskah hukum. Masukan dari praktisi pendidikan dan pakar hukum diperlukan untuk menyempurnakan RUU Sisdiknas tersebut.

Komper Wardopo