Peresmian Desa Pendem sebagai desa anti politik uang oleh Bawaslu Jepara.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Setelah meresmikan beberapa desa binaan sebagai desa anti politik uang, Bawaslu Jepara kembali meresmikan desa binaan, kali ini Desa Pendem sebagai desa  terakhir yang dibina sebagai desa anti politik uang di tahun 2021.

Desa Pendem sebagai desa terakhir binaan Bawaslu Jepara.

Jika sebelumnya Bawaslu Jepara mempunyai tujuh desa binaan yang terdiri dari Desa Klepu Kecamatan Keling, Clering kecamatan Donorojo, Petekeyan kecamatan Tahunan, dan Kemujan Kecamatan Karimunjawa, Dongos Kecamatan Kedung, Banjaragung kecamatan Bangsri Kalianyar Desa Kedung, Desa Pendem merupakan desa terakhir sebagai desa binaan Bawaslu Jepara. Yang diresmikan pada Jum’at (26/11).

Ketua Bawaslu Jepara Sujiantoko, mengatakan, tujuan pembentukan desa binaan ini ada tiga, yang pertama adalah kaderisasi pengawas pemilu, menambah pengawas partisipatif, serta persiapan pemilu 2024. Masyarakat Desa yang dipilih menjadi desa binaan akan dibina terkait aturan pemilu, peta kerawanan saat pemilu, serta cara menjadi pengawas partisipatif. Selain itu terbatasnya personil juga menjadi motivasi Bawaslu menambah pengawas partisipatif di lingkup desa.

Total Bawaslu telah memiliki 14 desa bertajuk pengawasan dan desa anti politik uang. Peresmian ini telah dimulai dari tahun 2019 yakni meresmikan Desa Sukodono kecamatan Tahunan, Desa Sowan Kidul kecamatan Kedung, Desa Tempur Kecamatan Keling, Desa Kawak Kecamatan Pakisaji, Desa Karimunjawa Kecamatan Karimunjawa, dan  Desa Papasan Kecamatan Bangsri.

Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum Humas Dan Data Informasi Bawaslu Jepara, Arifin yang menjadi fasilitator pada peresmian Desa Pendem menuturkan, money politik yang seringkali disepelekan oleh masyarakat memiliki dampak yang berbahaya pada system demokrasi. Salah satunya akibat yang paling nyata adalah korupsi.

“Dengan peresmian desa Pendem ini, kami ingin memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa money politic itu menciderai demokrasi. Tingginya ongkos politik untuk memberi imbalan saat memilih tidak sebanding dengan penghasilan setelah menjadi pejabat, untuk itu rawan sekali calon yang money politik akan korupsi” papar Arifin.

Hadepe/Ua