blank

Oleh : Hadi  Priyanto

Dalam Rapat Koordinasi Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Tengah bersama  para Bupati / Walikota yang berlangsung Senin (01/11/2021),  Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo mengungkapkan,  saat ini ada  ada 13 kabupaten yang vaksinasinya masih di bawah 40 sampai 50 persen. Salah satunya adalah Jepara.

Data yang digunakan Yulianto Prabowo adalah capaian vaksinasi Provinsi Jawa Tengah Dosis 1 pada tanggal 31 Oktober 2021. Dalam data tersebut total cakupan vaksinasi Jepara adalah 42,19 %.

Dengan data ini Jepara menempati nomor urut 5 capaian vaksinasi terendah di Jawa Tengah setelah Banjarnegara (38,52 %), Tegal ( 39,38 %), Purbalingga (40,92 %) dan Batang (42,13 %). Sementara cakupan vaksinasi Jepara total dosis ke – 2 mencapai 21,65 % atau menempati peringat 24 dari 35 kabupaten / kota di Jawa Tengah.

Padahal capaian vaksinasi ini menjadi salah satu alat ukur untuk menetapkan laveling Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa – Bali. Termasuk vaksinasi lansia yang ikut menjadi salah satu indikator dalam menetapkan level wilayah untuk Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali.

Dalam Inmendagri 53/2021 tentang PPKM Level 3, 2 dan 1 di wilayah Jawa dan Bali disebutkan, capaian vaksinasi dosis 1 lanjut usia di atas 60 tahun minimal sebesar 40 persen. Sedangkan penurunan level kabupaten/kota dari level 3 menjadi level 2 yakni dengan capaian total vaksinasi dosis 1 minimal sebesar 50 persen.

Sementara data capaian vaksinasi Jepara sampai tanggal 3 November 2021, yang diperoleh  penulis, capaian vaksinasi dosis pertama baru tercapai 43 % dengn total dosis 403.586 dosis. Dari jumlah ini terdapat target vaksinasi untuk kelompok lanjut usia sebanyak 99.211 dosis dan telah terealisir vaksinasi 35.308  dosis atau sebesar 35,6 %. Dengan demikian jika Jepara ingin mengejar target capaian vaksinasi untuk masuk ke level 2 PPKM Jawa Bali, harus segera menyelesaikan vaksinasi sebanyak  7 %  untuk dosis pertama dan 4,4 % untuk lansia.

Menurut penulis ada sejumlah jalan yang perlu mendapatkan perhatian dari para pemangku kepentingan mulai dari tingkat kabupaten hingga desa.

Pertama; kesediaan untuk melakukan evaluasi secara jujur guna mencari titik lemah dalam menggerakan program vaksinasi dan kemudian melakukan perbaikan. Evaluasi bukan hanya pada tataran pelaksana program dilapangan tetapi juga  para penanggungjawab program vaksinasi. Harus dipastikan bahwa seluruhnya bergerak bersama, sinergis,dan koordinatif dalam gerakan vaksinasi.

Untuk menjaga agar evaluasi bisa berjalan obyektif  sebaiknya juga melibatkan para pemerhati kesehatan, mantan DKK seperti dr Gunawan, dr Agus Salim, dr Dwi Susilowati yang memiiki pengalaman dalam pengorganisasian tenaga kesehatan,   P2UKM Undip, Al Hikmah Mayong, Unisnu, MUI, NU, Muhammadiyah, tokoh Kristen, Katolik,  Budha dan tokoh Hindu.

Kedua; pada tataran operasional harus ada pembagian tugas secara adil dan merata dalam percepatan  gerakan vaksinasi. Gerakan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan, tetapi semua pemangku kepentingan. Harus ada petunjuk teknis yang jelas dan implementatif terkait dengan peran masing-masing pemangku kepentingan ditingkat kecamatan hingga desa.  Termasuk memastikan efektivitas tiga pilar, petinggi, babinsa dan babinkamtibmas agar bergerak bersama secara  lebih  sinergis dan koordinatif.

Jika tugas ini dapat terbagi secara adil dan merata, maka tenaga kesehatan dapat berkonsentrasi pada tindakan medis, vaksinasi serta entri data vaksinasi. Sedangkan  sosialisasi dan mobilasi masyarakat, persiapan tempat dan perlengkapan  yang diperlukan  harusnya mejadi tanggung jawab pemangku kepentingan lain.

Ketiga, insentif tenaga kesehatan berupa tambahan penghasilan  serta operasional harus dapat diberikan secara layak berdasarkan kinerja yang dilakukan.

Keempat; penguatan koordinasi antar lini secara setara baik ditingkat kabupaten, kecamatan hingga desa. Kebijakan yang bersifat top down dengan mengabaikan pemikiran dan usulan dari bawah  rawan tidak dapat tereksekusi dengan baik

Kelima; sosialisasi dan mobilisasi vaksinasi pada  lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan informal yang menyediakan asrama namun masih tertutup terhadap  program vaksinasi sebaiknya dilakukan oleh instansi yang memiliki “power”. (*)

Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID Jepara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini