SEMARANG (SUARABARU.ID) – Untuk menjawab peningkatan kebutuhan layanan dan pendampingan bagi korban kekerasan basis gender, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta meluncurkan website Cari Layanan.
Website ini dapat diakses di www.carilayanan.com melalui HP dan komputer, dan menyediakan informasi tentang lembaga layanan pemerintah maupun non-pemerintah di seluruh Indonesia.
Direktur Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, Anindya Restuviani dalam rilisnya mengatakan, pengguna dapat mencari lembaga paling relevan bagi kebutuhan mereka berdasarkan lokasi dan jenis layanan yang dibutuhkan, misalnya bantuan hukum, konseling, atau rumah aman. Pada bulan-bulan mendatang, chatbot media sosial juga akan diluncurkan.
Baca Juga: Seorang Mahasiswa Tewas Gantung Diri, Diduga Putus Cinta
“Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta menyadari, perlu adanya pendekatan feminis selama pandemi Covid-19 yang memiliki perspektif yang adil gender dan interseksional. Yang terpenting dalam pendekatan ini adalah mengedepankan hak dan perlindungan terhadap perempuan dan kelompok marjinal lainnya yang menjadi korban kekerasan berbasis gender (KBG),” ungkap Anindya saat
peluncuran website Cari Layanan yang digelar secara daring, Selasa (23/2/2021).
Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, dengan bantuan dari Canada Fund for Local Initiatives (CFLI) dan Fondation Botnar menginisiasi program bernama Cari Layanan. Program ini termasuk kegiatan pembangunan website Cari Layanan, pelaksanaan penelitian KBG saat pandemi, dan peningkatan kapasitas pendamping korban KBG.
“Dengan tingginya laporan kekerasan berbasis gender yang masuk kepada lembaga layanan selama pandemi Covid-19, berarti ada juga kebutuhan layanan yang tinggi,” kata Anindya.
Baca Juga: Terjaring Operasi, Dirlantas Polda Jateng Serahkan BB Mobil Kepada Pemiliknya
“Kami meluncurkan carilayanan.com karena belum ada platform lengkap, di mana korban bisa mengakses informasi tentang semua lembaga layanan di seluruh Indonesia. Dengan adanya carilayanan.com, kami harap korban kekerasan bisa mendapatkan pendampingan yang dibutuhkan. Kami juga berharap ini menjadi pemicu bagi pemerintah untuk meningkatkan jumlah maupun kualitas lembaga layanan bagi korban kekerasan,” ujarnya.
Kegiatan dalam rangka program Cari Layanan ini dilaksanakan bersama oleh Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, LBH APIK Jakarta, LBH APIK Semarang, LBH APIK Sulsel, LBH APIK NTT, dan LBH APIK Medan.
Menurutnya, penelitian baru dari Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta menunjukkan, selama pandemi Covid-19, masih banyak orang yang mengalami kekerasan berbasis gender untuk pertama kali.
Baca Juga: 40.000 Prajurit dan ASN Kodam IV/Diponegoro Disuntik Vaksin
Menurut survei yang dilakukan pada Oktober-November 2020 ini, ada 22 persen responden korban mengatakan, mereka mengalami kekerasan untuk pertama kali pada saat pandemi, padahal sebelumnya tidak pernah. Dari total 315 responden survei, 55% perempuan dan 36% laki-laki mengalami kekerasan saat pandemi.
“KBG adalah kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender. Ada beberapa jenis KBG, kekerasan fisik; kekerasan mental (psikis), kekerasan verbal (lisan), kekerasan ekonomi (keuangan), kekerasan seksual, dan kekerasan daring (online),” jelas dia.
Penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi dan intensitas KBG juga meningkat sejak awal pandemi Covid-19. “Kekerasan verbal adalah jenis kekerasan yang paling sering dialami korban selama pandemi, sementara kekerasan fisik dan ekonomi adalah dua jenis kekerasan utama yang meningkat. Selain itu, ditemukan juga korelasi positif antara berkurangnya pendapatan rumah tangga dan peningkatan kasus KBG,” paparnya.
Baca Juga: Jaga Gawang Aswaja Serahkan Bantuan untuk Korban Longsor di Perumahan Trangkil Indah
Penelitian ini juga menemukan bahwa perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah adalah kelompok yang paling rentan terhadap kasus KBG. Selama pandemi, tempat tinggal adalah lokasi yang paling rentan terjadinya KBG. Namun, hanya sebagian kecil korban KBG yang melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada lembaga layanan. Hal ini kemungkinan terjadi karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap adanya layanan pendamping korban di Indonesia.
Kajian ini menawarkan empat rekomendasi dalam penanganan kasus KBG, yaitu dibutuhkan lebih banyak edukasi mengenai KBG, dibutuhkan prosedur pelaporan yang lebih mudah, lembaga layanan perlu lebih menyadari keberagaman korban kekerasan; dan Pemerintah perlu memberikan lebih banyak dukungan kepada layanan pendampingan.
Ning