MAGELANG (SUARABARU.ID) – Sekitar 300 orang warga Dusun Babadan 1, Desa Paten, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang kembali ke Tempat Evakuasi Akhir (TEA) Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan.
Mereka kembali ke pengungsian tersebut, menyusul peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi, Selasa ( 5/1). Proses pengungsian warga dari dusun yang berjarak sekitar 4,5 kilometer dari puncak Gunung Merapi tersebut menggunakan sekitar 20 mobil.
Dua buah truk, satu mobil patrol milik Kodim 0705/ Magelang, sejumlah mobil ambulans dari BPBD, Satpol PP, dan Damkar serta mobil ambulans milik beberapa pemerintah desa di wilayah Kecamatan Dukun. Selain itu, juga menggunakan mobil pribadi.
Menjelang tengah siang Kepala Dusun Babadan 1, Bambang Pawitan mengumumkan melalui pengeras suara yang ada di depan rumahnya, meminta agar warga Dusun Babadan 1 yang termasuk kelompok rentan segera berkemas-kemas dan berkumpul di titik kumpul.
Mendengar seruan tersebut, mereka segera bergegas sambil membawa sejumlah pakaian yang dimasukkan ke dalam tas atau tempat lainnya.
Sementara itu, puluhan relawan dari BPBD Kabupaten Magelang dan relawan lainnya dibantu dari unsur TNI dan Polri sudah bersiap dengan kendaraannya yang akan membawa mereka ke pengungsian yang sebelumnya telah ditinggalkan sejak 14 Desember lalu.
Proses evakuasi berjalan lancar, tidak ada kepanikan warga saat mereka harus kembali ke pengungsian.
Salah satu warga Dusun Babadan 1, Nur Intan mengaku, dirinya bersama para tetangganya berkeinginan kembali ke pengungsian.. Karena, dalam beberapa hari terakhir rasa khawatir menghinggapi warga setempat, yang disebabkan peningkatan aktivitas Gunung Merapi.
Ia menambahkan, dalam beberapa hari terakhir warga setempat tidak bisa tidur nyenyak, karena hampir setiap malam terdengar suara gemuruh dari gunung yang berada di perbatasan Povinsi Jateng dan DIY itu,
Meskipun demikian, tidak semua kaum perempuan di dusun tersebut ikut mengungsi. Melainkan tetap tinggal di rumahnya bersama para suaminya untuk berjaga-jaga di rumah.Selain itu, mereka juga masih merawat hasil ladangnya serta hewan ternaknya.
Sementara itu, warga lainnya Warno mengaku seringnya terdengar suara gemuruh dari perut gunung yang hanya berjarak 4,5 kilometer tersebut, menjadikan warga setempat terutama kaum laki-laki yang masih muda banyak berjaga-jaga di malam hari.
“Nek ndalu kathah tiyang jaler sami lek-lekan kalih rondha, amargi kahanane Merapi meningkat (kalau malam hari banyak kaum laki-laki yang tidak tidur sambil ronda, karena kondisi aktivitas Merapi meningkat),” ujarnya.
Selain berjaga-jaga di beberapa pos ronda, untuk memantau kondisi Merapi mereka juga memanfaatkan pesawat handy talki (HT), untuk memantau sinyal dari pos pengamatan Merapi yang dihubungkan melalui frekuensi radio komunikasi tersebut.
Yon-trs