JAKARTA (SUARABARU.ID)– Kalangan dewan meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melonggarkan kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengatakan, menurut survei dari Kemendikbud RI, 62,5 persen siswa tidak menganggap belajar dari rumah itu menyenangkan.
“Dari berbagai kegiatan penyerapan aspirasi yang kami lakukan melalui berbagai kanal, banyak sekali siswa yang meminta sekolah untuk dibuka kembali. Ini cukup mengejutkan, karena ternyata siswa tidak menikmati belajar di rumah dan justru tidak sabar ingin masuk kembali ke sekolah,” terang dia dalam keterangan resmi, Selasa (5/1/2021).
Hetifah melanjutkan, itu harus menjadi pertimbangan besar bagi pemerintah untuk mulai melonggarkan kebijakan pembukaan sekolah.
Dia juga menegaskan terdapat sejumlah dampak negatif yang dapat terjadi jika kebijakan belajar dari rumah tetap dilaksanakan. Salah satunya adalah potensi learning loss, atau kehilangan pembelajaran yang disebabkan rendahnya akses internet di berbagai daerah, juga perbedaan kemampuan SDM pengajar dalam melakukan pendidikan jarak jauh.
“Jika ini terjadi, kesenjangan dalam dunia pendidikan akan terus melebar antara mereka yang berasal dari keadaan sosial ekonomi tinggi dan rendah. Jika ini dibiarkan, angka putus sekolah juga terancam meningkat akibat banyaknya anak yang tidak bersekolah dan justru bekerja di masa pandemi ini,” terangnya.
Untuk itu, politisi Golkar ini menilai, keputusan untuk membuka kembali sekolah adalah salah satu upaya yang diambil untuk mereduksi dampak-dampak negatif di atas.
Tentu saja kebijakan tersebut tidak diambil dengan semena-mena. Terdapat banyak syarat yang harus dipenuhi sebelum sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan tatap muka.
“Kami sebagai wakil rakyat mendorong seluruh stakeholder untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan ini. Lebih baik menghindari mudharat yang lebih besar, dan lebih baik mencegah dari pada mengobati. Sekali lagi, keselamatan dan kesejahteraan anak-anak kita jauh lebih penting dari berbagai target dan capaian lainnya. Setiap keputusan yang diambil harus berbasis data, dan tidak bisa hanya mengandalkan sentimen dari masyarakat,” terangnya.
Selain itu, ia berharap agar Kemendikbud, pemerintah daerah serta pemangku kepentingan lainnya tetap memberikan alternatif bagi mereka yang menjalankan pembelajaran jarak jauh. Karena pilihan tersebut lebih utama bagi mereka yang mampu menjalankan, dan harus mendapatkan fasilitas dan dukungan yang memadai dari pemerintah.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi, bantuan gawai, serta program pendampingan guru tetap harus menjadi fokus pembangunan pendidikan kedepannya, karena di masa depan, blended learning atau pembelajaran campuran daring dan luring tidak dapat terelakkan, Seperti dilansir suarabaru.id dari Siberindo.co.
“Kami menghimbau para pemangku kepentingan di seluruh daerah di Indonesia untuk berusaha sebaik mungkin dalam mengambil kebijakan pendidikan yang berkeadilan, dengan tetap menomorsatukan kesehatan, demi pembangunan SDM Indonesia Unggul yang sehat dan cerdas,” pungkasnya.
Claudia SB