Ana Khomsanad Damiri, MH, Penyintas Covid-19 di Jepara.

Oleh: Hadi Priyanto

ADA catatan duka dan luka yang begitu mendalam yang dialami oleh seorang aktivis perempuan, Ana Khomsanah Damiri SH MH. Sebab direktur LBH Sekar Jepara ini hanya dalam waktu 31 hari, tiga anggota keluarga yang sangat dikasihi dipanggil Sang Kuasa.

Mereka yang berturut-turut direnggut maut karena keganasan virus corona adalah ibunda dan kakak kandungnya, yaitu Hj Hajjah Mustamah binti Haji Abdurrahman dan Edy Hariyanto serta Maisaroh binti Kusnin kakak ipar Ana Khomsanah. Edy Hariyanto meninggal di UGD RS Graha Husada akan tetapi dokter dan pihak rumah sakit tidak menyatakan meninggal karena covid-19, kendati sebulan lebih almarhum melakukan kontak erat dengan para penderita covid-19.

Sementara sejumlah orang terkasihnya juga dinyatakan terkonfirmasi covid–19, termasuk ia sendiri, suami dan juga anak sulungnya. Belum lagi stigma miring yang harus diterima oleh seorang yang telah dinyatakan  positif.

Keluarga penyintas Covid-19 di Jepara, Ana Khomsanah Damiri – Nur Syamsudin beserta anak, menantu dan cucunya.

Awal  penyebaran  virus corona  ditengah-tengah keluarga besar ini bermula dari terpaparnya Suyut, adik kandung Ana Khomsanah Damiri. Semula ia menjalani rawat inap di RSI Sultan Hadirin dengan gejala typus dan tukak lambung. Namun setelah dilakukan tes swab, Suyut ternyata terkonfirmasi covid-19. Dari hasil tracing ada sejumlah kontak erat, di antaranya istri, anak dan ibundanya,Hj  Hajjah Mustamah.

Dengan ikhlas mereka menjalani test swab PCR. Juga ketika hanya diminta  menjalani isolasi mandiri, sebab fasilitas kesehatan tertutup bagi mereka yang tanpa gelaja. Saat keluarga ini menjalani isolasi mandiri, Ny Maisaraoh  yang membantu  menyiapkan segala kebutuhan.

Mengetahui bahwa ia sedang menjani isolasi mandiri setelah melakukan test swab karena covid-19, kondisi Hajjah Mustamah yang telah renta justru semakin drop. Bahkan ia kemudian mengalami sakit, sementara hasil swab belum juga keluar.

Dalam kondisi seperti itu, Ana Khomsanah tentu saja tidak tega membiarkan ibundanya tercinta terbaring sakit sendirian. Apalagi hasil swab tak kunjung keluar Karena itu dalam lelahnya setelah seharian beracara di persidangan, ia sering kali menemani ibundanya.

Bahkan sebelum ibundanya wafat, Ana Khomsanah sempat mendekapnya sepanjang malam, sembari memanjatkan doa, semoga ibundanya segera pulih dan dijauhkan dari wabah covid-19. Namun Allah berkehendak lain, Hj Hajjah Mustamah Binti Haji Abdurrahman akhirnya dipanggil pulang ke Rahmatullah dalam usia 86 tahun.

Pemulasaraan oleh Keluarga

Walaupun Satgas Desa dan Kecamatan telah memberikan motivasi  untuk dilakukan pemulasaraan jenazah dengan protokol covid-19, namun keluarga ini menolak sebab rasa cintanya kepada ibunda dan eyangnya. Apalagi hasil swab  belum juga keluar. Akhirnya keluarga besar ini sepakat melakukan  pemulasaraan jelazah oleh anak, cucu dan cicitnya di antaranya Edy Haryanto, Muhamad Iqbal Na’imy, M Yusuf Fakri dan Mas Fahmy. Juga pemakamannya.

Kepergian Hj Hajjah Mustamah Binti Haji Abdurrahman membuat keluarga ini demikian berduka. Sebab selama ini almarhum sanget dekat dengan anak, cucu cicit dan keluarga besar ini. Duka ini semakin mendalam, sebab pada malam harinya setelah jazadnya dikebumikan, hasil swab almarhumah   keluar dan hasilnya positif terkonfirmasi covid-19.

Namun keluarga besar ini tidak menyesali telah merawat dan melakukan pemulasaraan jenazah almarhumah. Sebab itu pula ucapan terima kasih dan penghargaan dan penghormatan yang bisa diberikan kepada Hj Hajjah Mustamah di akhir hidupnya. Bahkan saat dilakukan pelacakan kontak erat terhadap keluarga ini, mereka juga menjalani dengan pasrah dan ikhlas. Termasuk juga mencoba bertahan menerima stigma miring bagi mereka, keluarga penyintas covid-19.

Jatuh Sakit

Namun  dalam kelelahannya, seminggu kemudian Ny Maisaroh akhirnya  jatuh sakit juga. Keluarga  mengira, karena kelelahan  perempuan tangguh itu mengalami sesak nafas. Karena hasil swab saat dirumah negatif. Ia segera dilarikan ke Rumah Sakit Islam Sultan Hadirin Jepara untuk menjalani perawatan. Sementara Ana Khomsanah Damiri yang merasakan tubuhnya semakin lemah masih berusaha bertahan dirumah. Sebab  seperti juga Maesaroh, hasil swabnya juga negatif.

Namun akhirnya ia tidak  kuat juga bertahan  hingga  sehari kemudian harus  menyusul kakak iparnya. Mereka dirawat di ruang terpisah, ruang isolasi khusus untuk para penderita covid-19. Tidak mudah bagi Ana Khomsanah Damari menghadapi persoalan ini.

Kendati ia dikenal sebagai salah satu aktivis perempuan di Jepara yang pernah bertugas di Aceh, ia sempat merasa sangat tertekan. Sebab anak sulungnya juga dinyatakan terkonfirmasi covid-19. Juga suami yang selama ini mendampinginya dalam kondisi sakit dan dirawat di RS Mardi Rahayu Kudus. Juga modin yang melakukan prosesi pemakaman. Sementara Edy Hariyanto, kakak kandungnya juga dikabarkan mulai jatuh sakit.

Namun Ana Khomsanah masih beruntung. Sebab anak keduanya,Yusuf Fakri  tidak ingin  melihat ibunya menjalani rasa sakit dan  terbaring sendirian di ruang isolasi. Sebab Yusuf Fakri akhirnya memutuskan untuk menunggui ibunya di ruang isolasi dengan segala risiko yang harus ditanggung. Ia tidak boleh keluar ruangan sampai ibundanya diizinkan pulang dan kemudian harus menjalani swab.

Bukan hanya menunggui ibunya. Yusuf Fakri juga sering “mencuri” kesempatan untuk membantu budhenya, Ny Maesaroh yang dirawat di ruangan yang hanya berselang satu kamar. Ia sering membuatkan  susu hangat dan membantu mendekatkan makanan ke  bibir budenya yang bagi  Yususf Fakri seperti ibunya sendiri.

Sebab bagi orang yang terpapar Covid-19,  ia selalu didera rasa haus  dan  juga sesak nafas. Rasa haus itu  terus-menerus datang dan  tenggorokan serasa tercekat.  Sepertinya  tidak ada  lagi  air liur yang bisa membasahi tenggorokan.

Ana Khomsanah bersama anak, cucu dan menantu.

Kendati sudah berusaha bertahan dari penderitaan dan rasa sakit, akhirnya Ny Maesaroh menerima takdirnya. Ia pasrah  dipanggil Allah menghadap kehadirat-Nya di ruang  isolasi tempat ia dirawat. Sementara Ana Khiomsanah berbaring dalam kelemahan dan rasa sakitnya disebuah ruangan  tak jauh dari jasad ipar terbaring.

Ia hanya pasrah dalam tangis memohon kekuatan dan kesembuhan dari Allah sembari melantunkan doa untuk almarhumah agar dilapangkan perjalanannya ke surga. Ana Khomsanah demikian terpukul. Sebab selama ini Ny Maesroh seperti kakak kandungnya sendiri.

Berusaha Kembali Bangkit

Sementara, Yusuf Fikri setelah petugas rumah sakit meninggalkan jasad Budhenya di ruangan, kembali “mencuri” kesempatan. Ia   menyusul Bowo, kakak sepupunya,   putra almarhumah Maisaroh untuk membaca surat Yasin dan  melantunkan doa di sisi jenazah yang terbaring selama hampir 4 jam lamanya. Hingga kemudian ia diminta keluar ruangan oleh petugas rumah sakit.

Sadar bahwa ia harus menumbuhkan daya imun untuk menghadapi virus yang menggerogoti tubuhnya, Ana Khomsanah mencoba kembali bangkit. Tidak mudah memang. Bahkan ia sering kalah dan kembali hanyut dalam kepedihan. Beruntung ada Yususf Fakri yang menemani diruang isolasi.

Juga suami yang dalam kondisinya yang lemah juga selalu memberikan  dukungan, juga anak-anak, saudara dan teman yang menjadi penyemai kembali semangat yang hampir padam. Karena semangat itu pula dan juga perawatan petugas medis, akhirnya Ana Khomsanah Damiri  diizinkan pulang dan dinyatakan sembuh.

Namun dalam benak Anna masih ada sebongkah rasa cemas dan ketakutan, sebab anak-anaknya, suami  dan juga orang terdekatnya harus menjalani test swab. Ia bukan hanya mencemaskan Yusuf Fakri yang telah menunggui di ruang isolasi selama ia dirawat, tetapi juga ikut memandikan eyang putrinya, tetapi juga suaminya yang badannya masih saja lemah setelah menjalani perawatan di rumah sakit.

Sepulang dari menemani ibunya selama masa perawatan isolasi covid-19 di RSI Jepara, Yusuf  Fakri segera melakukan test swab di Puskesmas Kedung. Demikian pula kedua adiknya, Rineksan faaza Sekar Firdausy dan si bungsu Irodath Shakti Milad. Juga kakak ipar mereka, Azza Nur Fitria serta kedua anaknya  Naura dan Vitto.

Menunggu waktu keluarnya hasil swab anak, menantu dan cucu bagi Anna Komsanah Damiri yang kondisi masih lemah dan batinnya terpukul oleh kepergian orang-orang yang dikasihi bukanlah mudah. Waktu sepertinya demikian lambat berputar. Ia terus didera  rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa.

Namun itu pula yang harus dilawan untuk menumbuhkan daya tahan dan daya imun tubuhnya yang masih lemah. Juga batinnya.   Karena itu ia hanya bisa bersimpuh dalam doa. Memohon belas kasihan dan pertolongan Allah SWT.

Doa itu dijawab Allah. Semua orang yang dikasihi hasil test nya dinyatakan negatif. Namun pukulan kembali datang. Kakak kandung Ana Khiomsanah, Edy Hariyanto yang selama ini banyak membantu saat keluarga ini menghadapi ganasnya virus corona, juga meninggal dengan keluhan sesak nafas.

Padahal saat berangkat dari rumah menunju rumah sakit, ia masih bisa berjalan sendiri ke mobil yang membawanya. Edy Hariyanto dijemput takdirnya  kembali ke haribaan Allah saat baru 15 menit diruang Instalasi Gawat Darurat. Namun tidak ada pemeriksaan dokter dan kepastian penyebab kematiannya, walaupun para petugas medis mengetahui bahwa hampir satu bulan penuh almarhum berinteraksi dengan para penderita covid-19.

Virus Corona Senyatanya Ada

Sebagai seorang manusia biasa, tidak mudah bagi Anna Khomsanah Damiri melalui hari-hari penuh catatan duka dan luka. Walaupun ia sadar, keergian orang yang dikasihi adalah kehendak Allah, namun tetap  saja ada duka dan kepedihan  mendalam atas kepergian tiga orang yang dikasihinya.

Sebagai seorang penyintas covid-19, atau orang yang bertahan hidup dari keganasan virus corona, Anna Khomsanah Damiri tentu merasakan betapa rasa sakit  yang diderita orang orang-orang yang terpapar. Apalagi jika kemudian seluruh anggota keluarganya juga kemudian  dikucilkan.

Padahal dukungan saudara, teman dan masyarakat justru sangat diperlukan oleh  orang-orang yang menderita covid-19 untuk mengembalikan kembali daya tahan tubuhnya. Semoga setelah  hampir 11 bulan bangsa ini menghadapi keganasan virus corona, semakin tumbuh kesadarannya untuk menerima para penderita Covid-19 dengan penuh perhatian dan bukan menganggapnya sebagai aib. Sebab Virus Corona senyatanya ada dan harus dilawan bersama.

Salah satunya dengan melakukan  protokol kesehatan, memakai masker, mengindari kerumunan dan mencuci tangan serta menjaga imunitas dan kebersihan. Suka atau tidak suka. Sebab  dengan cara itu kita bisa menghindari keganasan virus ini.

Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID Jepara.