Pangan dan Industri 4.0
Oleh Ratih Paramastuti
PANGAN merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Makanan dan manusia adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Setiap warga negara mempunyai hak atas pangan.
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutnya.
Hal ini sejalan dengan tujuan SDGs yaitu zero hunger yang tertuang dalam target “By 2030, end hunger and ensure access by all people, in particular the poor and people in vulnerable situations, including infants, to safe, nutritious and sufficient food all year round.”
Dewasa ini, kita menghadapi tantangan baru dalam bidang pangan. Seiring dengan bertambahnya populasimanusia, kebutuhan akan pangan juga semakin meningkat. Jumlah manusia di dunia yang akan mencapai angka 8 milliar jiwa dan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa tentunya bukanlah jumlah yang sedikit.
Menurut Food Agricultural Organization (FAO), jumlah kasus kerentanan pangan yang parah / severefood insecurity di dunia pada tahun 2017 mencapai 10,2%, angka tersebut lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 8,9% di tahun 2016, 8,4% di tahun 2015 dan 8,9% di tahun 2014. Angka 10,2% tersebut mewakili sekitar 770 juta manusia. Peningkatan jumlah kasus kerentanan pangan ini harus mendapatkan perhatian khusus dan segera dilakukan pencegahan serta perbaikan.
Pertumbuhan populasi manusia tidak hanya mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan pangan tetapi juga menyebabkan penurunan luas lahan pertanian. Menurut BPS, luas lahan baku sawah menurun yaitu dari 7,75 juta hektare pada tahun 2017 menjadi 7,1 hektar pada tahun 2018. Hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadipemukiman, jalan dan industri. Petani melakukan alih fungsi lahan karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan penghasilan dari kegiatan bertani. Sebuah ironi tentunya dimana kebutuhan dan kenyataan yang tak sejalan.
Tantangan tersebut melahirkan ide-ide untuk mengatasinya. Salah satunya melalui teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat membuat segala sesuatu menjadi dan berjalan lebih baik. Terlebih lagi saat ini kita sudah memasuki industri 4.0. Industri 4.0 merupakan revolusi industri generasi ke-4. Industri 4.0 ditandai dengan penggunaan kecerdasan buatan, robotik, Internet of Things(IoT), otomasi, cloud dan big data.
Penerapan industri 4.0 dapat dilakukan di setiap tahap dalam rantai pasok pangan dari mulai produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi.Penerapan industri 4.0 di tahap produksi bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian. Contoh penerapan di tahap produksi adalah penggunaan sensor dan IoT untuk penyiraman tanaman secara otomatis serta mengetahui kondisi tanaman secara real time.
Penerapan pada tahap pengolahan bertujuan untuk memaksimalkan produksi dan efisiensi sumber daya demi memenuhi permintaan pasar, contohnya penggunaan mesin, robot dan smart factory. Penerapan indutri 4.0 di tahap distribusi bertujuan untuk meningkatkan jaringan distribusi dan memperbaiki penyimpanan pangan pasca panen. Penerapannya dengan penggunaan pemasaran digital, smart packaging, intelligent packaging dan alat transportasi bahan pangan yang menggunakan IoT untuk efisiensi bahan bakar serta waktu. Pada tahapan konsumsi, konsumen dapat menikmati industri 4.0 dengan melakukan pemesanan bahan pangan secara online dan dapat menelusuri asal dari suatu bahan pangan tersebut untuk memastikan keamanan, kualitas dan gizinya.
Manfaat yang akan didapatkan industri pangan dengan menerapkan industri 4.0 antara lain peningkatan jumlah produksi, efisiensi sumber daya, optimalisasi proses, fleksibilitas produksi, penanganan informasiyang lebih baikdan terciptanya peluang bisnis yang baru. Sinergi antara industri pangan dan industri 4.0 diharapkan dapat menjawab tantangan zaman berupa peningkatan kebutuhan manusia akan pangan. Terlebih jauh lagi untuk mencapai ketahanan pangan atau mengatasi kerentanan pangan demi mewujudkan hidup yang sehat, aktif dan produktif bagi setiap individu. Mengatasi kerentanan pangan di dunia, tidak hanya persoalan kemanusiaan dan etika namun juga berhubungan erat dengan pertumbuhan global serta kemakmuran.
Ratih Paramastuti
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan
Institut Pertanian Bogor