blank
KPPMPI menggelar kegiatan rembuk pangan pesisir di Kabupaten Pemalang dengan mengundang para nelayan sekitar belum lama ini. foto : KPPMPI

“Itu baru satu komoditi perikanan, padahal hasil sumber daya perikanan dan  kelautan ini masih beragam. Mulai dari garam hingga rumput laut dan lain sebagainya, namun apabila benar-benar fokus ke arah sana lambat laun akan ada penyesuaian yang lebih baik harapannya. Selama ini kami melihat bahwa hilirisasi sektor kelautan perikanan ini tertinggal dari pada hilirisasi sumber daya alam lainnya,” katanya.

Menurutnya, yang paling terasa adalah harga ikan masih tergolong tinggi ketimbang harga komoditas pangan lainnya, meski demikian ikan dari nelayan masih dihargai rendah terlebih ketika memasuki musim panen atau hasil tangkapan melimpah.

Dampak dari persoalan yang ada di sektor kelautan perikanan ini menyebabkan indeks kesehatan laut Indonesia (Ocean Health Index/ OHI) skornya di bawah rata-rata skor dunia. Saat ini, OHI skor rata-rata dunia 69 sedang Indonesia skornya hanya 61 sehingga berada pada peringkat 189 dari 220 negara.

Penyebabnya, dari 10 indikator OHI ada dua indikator yang paling rendah yakni  Tourism and Recreation dan Food Provision. Masing-masing skornya 9 dan 25, rendahnya dua indikator tersebut mengindikasikan bahwa dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan laut sebagai destinasi wisata serta praktik pengelolaan pangan perikanan masih jauh dari praktik berkelanjutan secara ekologi dan ekonomi.

Oleh karena itu, Hendra berharap dari adanya Holding Integrasi Maritim ini mampu menghadirkan pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir dan kemajuan daerah pesisir. Baik dari hasil produksi sumber daya alamnya maupun destinasi wisatanya yang tentunya mengedepankan nilai-nilai keberlanjutan.

“Kami yakin sistem logistik yang baik di sektor kelautan dan perikanan akan mampu meningkatkan daya tawar Indonesia dalam rantai pasok global. Sekaligus menjadikan laut sebagai kekuatan bangsa dan negara kita,” pungkas Hendra.

Hery Priyono