blank
Ilustraqsi semangka bonyok wajah bonyk. Foto: Reka: SB.ID

Bonyok artinya remak-remak, terluka, seperti misalnya pemain tinju terluka bagian wajahnya, bonyok dia. Dari bonyok seperti itulah besar peluangnya terjadi bosok, yaitu ada bagian yang membusuk. Dalam ungkapan Jawa disebutnya benyek, berair, ngetarani yen arep rusak, tanda-tanda bahwa barang itu akan rusak.

Jika barangnya itu banyak jumlahnya, ungkapan selanjutnya ialah bosokan; yakni (1) barang-barang sing wis bosok, barang-barang yang sudah rusak atau membusuk; (2) dagangan sing ora payu, barang dagangan yang tidak laku karena busuk/rusak; dan (3) di beberapa tempat berarti wis sah olehe bayar sewa palemahan, uang sewa lahan sudah dibayar.

Bubruk

Karena bonyok membawa serta bosok, dan selanjutnya bubruk. Arti bubruk ada dua, yaitu, pertama ora payu tumrap barang dagangan; barang dagangan yang tidak laku  lagi dijual; dan arti kedua, rupanya terimbas oleh arti pertama, -maaf seribu maaf, bausastra Jawa   menulis ora payu laki (tumrap prawan). Duhhhh………

Baca juga Timun Wungkuk Timun Jinara

Ora payu adalah ungkapan khas untuk menggambarkan betapa nelangsane, betapa sengsaranya, orang-orang yang dikatakan begitu. Orang berjualan tentu saja sedih jika barang dagangannya ora payu, tidak laku. Mantan pejabat pun pasti nelangsa banget kalau dianggap wis ora payu (maneh). Maka tidak usah heran jika ada saja mantan pejabat yang isih klinteran ke mana-mana, sumelang dianggap ora payu (tidak laku).

Ora payu, juga bermakna  ora diambus wong, tak seorang pun memedulikan; nasib menyedihkan perawan yang disebut-sebut dengan ungkapan bubruk tadi. Padahal senyatanya, tidaklah mudah memilah-pilah seperti itu.

Ceriteranya sebagai berikut. Seorang petani kaya mempekerjakan seseorang untuk memotong sejumlah pohon di kebunnya. Pekerja itu dengan sigap segera memotong pohon-pohon sesuai perntah; dan di tengah hari semuanya sudah selesai dikerjakan.

Hari kedua, petani itu menyuruh agar batang-batang itu dipotong sama panjang, lalu ditumpuk di suatu tempat. Dengan cepat tugas itu dikerjakannya, dan hasilnya bagus, memuaskan.

Pada hari ketiga, petani itu ingin memberi pekerjaan yang lebih ringan karena sudah dua hari pekerjaannya serba berat. Orang itu disuruhnya memilah kentang. “Pilah-pilahlah kentang ini mnejadi tiga kelompok, yakni kentang bagus, kentang setengah bagus, dan kentang yang akan membusuk. Untuk kentang yang akan membusuk, langsung saja dibuang di lubang itu.”

Ketika hari menjelang makan siang, pekerja itu tertunduk lesu dan onggokan kentang masih sebanyak tadi pagi. Petani itu heran dan bertanya: “Kamu kemarin bekerja amat sigap, mengapa sekarang loyo?”

Pekerja itu menjawab lirih: “Setengah mati saya harus memutuskan dan membagi kentang-kentang itu ke dalam tiga kelompok: banyak sekali yang bonyok.”

JC Tukiman Taruna, Pengajar  Pengembangan Masyarakat di Pascasarjana UNS Surakarta dan SCU Semarang