GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Jalan penghubungan Toroh-Geyer di Dusun Turi, Desa Kenteng, Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan longsor para dan tidak bisa dilewati kendaraan berat.
Kondisi jalan ini ini memang sudah parah sekitar dua tahun lalu. Namun menjadi makin parah setelah datangnya banjjir di Kota Purwodadi.
Sebelumnya, longsoran terjadi padda sisi utara jembatan sebelah timur, dengan lebar hanya 12 meter. Namun, hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi belakangan ini membuat longsor semakin melebar.
Bahkan, dua rumah warga turut terdampak longsoran, seperti rumah Muslimah (65), yang terkena longsoran di bagian utara jembatan.
“Tanah saya juga ikut longsor, sekitar 10 meter. Kalau untuk longsoran memang sudah terjadi dua tahun belakangan ini, tapi ini paling parah dan melebar hingga kena jembatan dan jalan,” ujar Muslimah.
Kades Kenteng, Eko Budiyanto, mengungkap longsornya jalan tersebut berdampak dengan mobilitas warga di desa terebut terganggu. Termasuk para pengguna kendaraan roda empat.
“Longsor jembatan, di sisi sebelah timur jmbatan sudah berlangsung sekitar satu bulan. Satu sayap jembatan di sebelah utara ambrol sehingga menyisakan rongga besar di bawah jalan cor. Akibatnya, hanya kendaraan roda dua saja yang bisa melintas,” ujar Eko Budiyanto.
Jembatan ini bukan saja penghubung antardesa, namun juga jalur penghubung antar kecamatan, antara Desa Kenteng, Toroh dengan Desa Asemrudung, Geyer.
“Ini akses utama ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Warga Asemrudung, Bangsi, Kecamatan Geyer kalau mau ke kota lewat sini,” ujar Eko.
Menurut dia, longsor tersebut disebabkan karena curah hujan yang tinggi dan minimnya serapan air karena hutan gundul. Menurutnya, sungai yang dulunya kecil, kini melebar akibat longsor.
“Pernah diberi bronjong bari, tetapi tidak kuat menahan. Longsor lagi. Kami sudah ajukan ke BPBD Grobogan dengan tembusan ke Bupati, DPRD, Camat Toroh dan Dinas PUPR. Di Musrenbangcam juga sudah disampaikan,” ungkap Eko.
Pihaknya berharap, longsornya jalan dan jembatan tersebut bisa segera diperbaiki demi mobilitas warga setempat. Pasalnya, jika warga dari Asemrudung, Karanganyar maupun Bangsri yang akan ke kota tidak perlu memutar 5-6 kilometer.
“Misal dari arah Desa Asemrudung, Karanganyar, dan Bangsri harus meutar lewat Ngrandah, Warukaranganyar dan sebaliknya,” ujar Eko.
Tya Wiedya