PACITAN (SUARABARU.ID) – Bersamaan dengan puncak peringatan Hari Jadi Kabupaten Pacitan Ke-280 Tahun 2025, Bupati Indrata Nur Bayuaji, Senin (17/2/25), menetapkan Blarang sebagai busana khas bagi Kabupaten Pacitan, Jatim. Ini menjadi momen penting dalam pelestarian budaya daerah.
Bagian Prokopim Pemkab Pacitan, mengabarkan, bersamaan itu Bupati juga melakukan peluncuran perdana Buku Penelusuran Sejarah Berdirinya Kabupaten Pacitan. Acara ini, digelar bersamaan prosesi peringatan Hari Jadi Pacitan di Pendapa Mas Tumenggung Djogokarjo Kabupaten Pacitan.
Bupati, menyatakan, peluncuran buku sejarah tersebut bertujuan memperkuat identitas serta membangun kebanggaan masyarakat Pacitan, terhadap warisan sejarah daerahnya. Buku tersebut diharapkan dapat menjadi referensi bagi generasi muda, dalam memahami perjalanan panjang Pacitan dari masa ke masa.
Sedangkan penetapan Blarang sebagai busana khas Pacitan, bertujuan untuk menambah wibawa serta mencerminkan kepribadian masyarakat Pacitan yang penuh kesederhanaan. “Saya berharap, busana khas ini menjadi simbol kepribadian masyarakat Pacitan, yang penuh kesederhanaan,” kata Bupati.
Dalam kesempatan itu, Bupati memberikan penghargaan khusus kepada dua tokoh Pacitan, yakni Almarhum KH Hamid Dimyathi yang kini tengah diusulkan sebagai Pahlawan Nasional, serta Almarhum Sutrisno sebagai pencipta slogan Pacitan “Tata Pramana Hargeng Praja.” Penghargaan diterimakan kepada pihak yang mewakili keluarga kedua almarhum.
Mataraman
Blarang, pakaian yang sekilas mirip beskap ini, merupakan perpaduan budaya Mataraman yang mencerminkan kekayaan tradisi Jawa. Penetapan Blarang sebagai pakaian khas Pacitan, dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor: 188.45/410/KPTS/408.12/2023.
Seperti halnya pakaian adat Jawa lainnya, Blarang memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi. Pakaian ini mengandung makna simbolis yang mendalam, seperti kesopanan, keanggunan, dan local wisdom atau kearifan lokal.
“Blarang adalah wujud kepribadian masyarakat Pacitan yang penuh kesederhanaan (minangka wujud kapribaden ipun tiyang Pacitan ingkang kebak ing kaprasajan),” tandas Bupati Aji.
Penetapan Blarang sebagai pakaian khas Pacitan menjadi tonggak penting dalam upaya melestarikan dan mengembangkan warisan budaya daerah. Warna hitam atau putih pada baju Blarang, melambangkan kekuatan dan keseriusan. Lima kancingnya, menjadi simbol Pancasila, salat lima waktu atau Gunung Limo yang merupakan ikonik dengan Pacitan.
Bentuk kerah baju, merupakan gabungan model Mataram kuno dan Panjalu. Tali kancingnya, bermakna untuk menjaga keharmonisan hubungan antara pemimpin dan rakyat. Ini menjadi lambang untuk memperkuat identitas masyarakat Pacitan, serta jadi daya tarik wisatawan untuk lebih mengenal kekayaan budaya Pacitan, kabupaten berjuluk Paradise of Java.(Bambang Pur)