blank
Dekan Fakultas Hukum Universitas Muria Dr Hidayatullah. Foto: Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) -Wacana Presiden Prabowo Subianto untuk mengampuni para koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsinya, menuai reaksi di masyarakat. Dekan Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus (UMK), Dr Hidayatullah menilai kebijakan tersebut sangat tidak tepat jika benar-benar dilaksanakan.

“Meski bagaimana detilnya kebijakan tersebut belum ada, namun menurut perspektif saya, pengampunan koruptor bagi yang mengembalikan uang hasil korupsi adalah hal yang tidak tepat jika dilakukan,”kata Hidayatullah, Minggu (22/12).

Hidayatullah mengatakan, pihaknya  membenarkan oordinator Bidang Hukum HAM, Imigrasi dan Permasyarakatan Yusril Ihza Mahendra bahwa pengampunan koruptor memiliki landasan hukum yakni Presiden bisa memberikan grasi, amnesti dan abolisi. Namun, sebagaimana disampaikan Mahfud MD, Hidayatullah menyebut pengampunan koruptor bisa menjadikan kekacauan hukum yang ada.

Menurutnya, kebijakan tersebut akan sangat beresiko untuk memunculkan masalah baru terkait transparansi atas jumlah kerugian negara yang dikembalikan.

“Cara yang fair untuk memastikan kerugian negara satu-satunya adalah melalui proses pengadilan. Jika proses pengadilan tidak dijalankan, tentu akan dipertanyakan bagaimana memastikan seorang koruptor harus mengembalikan kerugian negara dari uang yang dia korupsi,”ujarnya.

Dia mencontohkan, kasus korupsi yang menimpa Harvey Moeis yang mana didakwa telah melakukan korupsi sebesar Rp 300 triliun. Namun, dalam vonisnya dia hanya dikenakan denda sebesar Rp1 miliar.

“Artinya untuk memastikan kerugian negara hasil korupsi  sendiri perlu memerlukan proses peradilan. Kalau langsung diampuni, lantas bagaimana mengukur kerugian negara”tandasnya.

Lebih lanjut, Hidayatullah juga mengatakan korupsi adalah persoalan yang sudah menggurita di Indonesia. Korupsi telah masuk ke semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika kebijakan tersebut dilakukan, dia meyakini korupsi tidak akan berkurang, tapi malah justru akan marak.

Dan hukuman bagi koruptor salah satu tujuannya adalah memberi efek jera baik bagi pelaku maupun bagi masyarakat luas.

“Jika kebijakan pengampunan koruptor tobat ini dilakukan, maka orang tidak akan takut korupsi lagi,”tukasnya.

Hidayatullah menyebut baru beberapa bulan dilantik, Prabowo dinilai telah melakukan beberapa pelanggaran hukum diantaranya berkampanye untuk Pilkada dan penetapan Upah melalui Perpres dengan tidak mematuhi PP yang secara hierarkis hukum lebih tinggi. Jika ditambah dengan pengampunan koruptor, hal tersebut akan menambah deretan pelanggaran hukum yang dilakukan Prabowo.

“Jika pengampunan koruptor tetap dilakukan, hal ini tentu menambah deretan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden Prabowo,”pungkasnya.

Ali Bustomi