SEMARANG (SUARABARU.ID) – Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, Kemitraan, dan Komunikasi Publik Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto menjadi pembicara utama dalam seminar internasional bertajuk Data and Democracy Dialogues, yang digelar Monash University, Australia baru-baru ini.
Seminar ini menghadirkan para akademisi dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan Malaysia, perwakilan organisasi nonpemerintah (LSM), serta praktisi media.
Sebagai ahli di bidang politik digital dan demokrasi, Wijayanto membawakan paparan berjudul New Election, Old Affective Polarization: Comparing Cyber Troops Operations in Indonesia’s 2019 and 2024 Presidential Elections.
Dalam paparannya, Wijayanto menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan bersama tim riset dari Belanda.
Penelitian ini menggunakan analisis jejaring sosial (Social Network Analysis) terhadap percakapan di platform X (dahulu Twitter) selama Pemilu 2019 dan 2024, serta wawancara mendalam dengan 46 cybertrooper.
“Saya menemukan bahwa mayoritas cybertrooper tetap mendukung partai atau kandidat yang sama seperti pada pemilu sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perpecahan lama masih kuat dan sulit dihilangkan,” katanya.
Wijayanto menekankan, polarisasi afektif tetap menjadi ciri utama dalam Pemilu 2024. Polarisasi ini mencerminkan identitas sosial yang kuat, di mana pendukung cenderung memperkuat rasa kebersamaan dalam kelompoknya sekaligus memupuk permusuhan terhadap kelompok lain.