Puluhan, ratusan, ribuan atau bahkan jutaan orang rela sedia menjadi followers seseorang; dan anehnya orang-orang itu begitu bangganya menjadi atau disebut followers si Badu. Mengapa folowers itu bangga? Entahlah.
Mungkin karena si Badu orang terkenal; tetapi pertanyaannya, apakah followers itu juga ikut menjadi orang terkenal? Tidak kan? Followers bangga mungkin karena si Badu tampan; pertanyaannya, apakah followers ketularan ikut tampan? Tidak kan?
Cerita tentang seorang uskup di antah berantah ini berjudul “Kami bertiga, Kamu bertiga” Kisahnya begini. Ketika kapal yang ditumpangi seorang uskup terdampar di suatu pulau terpencil, uskup itu menggunakan waktu menunggu perbaikan seraya jalan-jalan berkeliling pulau kecil itu.
Baca juga Ngucing
Ia bertemu tiga orang yang sedang memperbaiki pukatnya, dan uskup itu teringat kisah panggilan para nelayan. Tegur sapa dengan bahasa seadanya dan semampunya, uskup menangkap bahwa ketiganya sebenarnya pernah dibaptis. Tetapi semuanya sudah lupa, termasuk lupa doa-doanya.
Uskup itu bertanya: “Lantas, kalau kamu berdoa, bagaimana?” Salah satu nelayan itu mendramakan doanya, intinya: “Kami memandang ke langit, lalu berucap: Kami bertiga, Kamu bertiga, kasihanilah!” Uskup terharu, lalu mulailah mereka bertiga diajari doa Bapa Kami. Dituntutnya terus mereka bertiga, sampai seolah-olah mereka setengah hafal. Kapal selesai perbaikannya, uskup itu melanjutkan perjalanannya.
Setengah tahun kemudian, uskup sengaja singgah di pulau itu karena kebetulan kapalnya memang melewatinya. Dicarinya ketiga kenalannya itu, dan baru setelah berjalan sejam, uskup bertemu dengan mereka bertiga.”Bapak uskup, kami senang bertemu Anda lagi,” seru seorang di antaranya. Uskup bertanya: “Apa kabar, dan apa yang kamu inginkan?”
Bertiga mereka seakan bersahutan menjawab: “Bapak uskup, kami menyesal sekali karena doa indah yang bapak uskup ajarkan hanya teringat sepenggal saja: Bapa di surga dimuliakanlah namaMu. Sangat sulit bagi kami menghafalkan lanjutannya. Tolong ajarkan lagi, sekarang.”
Uskup itu terdiam sejenak namun tampak tersenyum bangga. Katanya: “Sudahlah, jangan risaukan tidak hafal do aitu. Tetap berbahagialah. Setiap kali kamu berdoa, katakanlah: Bapa di surga, dimuliakanlah NamaMU. Kami bertiga, Kamu bertiga, kasihanilah kami.” (Anton de Mello, Burung Berkicau. 1985).
Yuk nyoblos sing paling apik, aja mbebek Lurrrr!!
JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Segijapranata Catholic University