JEPARA (SUARABARU.ID)- Tunas-tunas Gusdurian tumbuh subur di kalangan anak-anak muda NU Jepara. Warisan pemikiran ala KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini menginspirasi banyak orang. Bukan hanya di kalangan intelektual NU atau Islam saja, tetapi hampir di semua kalangan bahkan lintas agama.
Hal ini terlihat dari antusiasme generasi muda NU saat jaringan Gusdurian Jepara menggelar Ngaji Kebangsaan di Pendapa Balaidesa Tahunan, Sabtu (9/11/2024) untuk memperingati Hari Pahlawan 10 November 2024.
Acara yang diinisiasi oleh jaringan Gusdurian Jepara ini bekerjasama dengan Karang Taruna Desa Tahunan, IPNU-IPPNU Tahunan, Ranting NU Tahunan, GP Ansor Tahunan serta Pemerintah Desa Tahunan.
Mengambil tema “Pahlawan Zaman Now: Belajar Ksatriaan Ala Gus Dur”, diskusi yang dipandu Marko Komar ini, dihadiri oleh Penggerak Gusdurian Jepara, Fathur Rohman, Koordinator Gusdurian Fuad Allatifi, Katib Syuriyah Ranting NU Tahunan Gus Hasan, Petinggi Desa Tahunan Muhadi, Ketua Karang Taruna, serta BPD Desa Tahunan.
Menurut Fathur Rohman, ada sembilan nilai-nilai yang ditinggalkan oleh Gus Dur dan masih sangat relevan hingga hari ini. “Sembilan nilai Gus Dur yakni Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Kesederhanaan, Persaudaraan, Kksatriaan, Kearifan Tradisi.
Masih menurut Fathur Rohman, nilai-nilai yang ditinggalkan Gus Dur ini dibuktikan dengan tindakan nyata, salah satunya saat Gus Dur mengakui agama Khonghucu sebagai agama resmi di Indonesia serta menetapkan tahun baru Imlek menjadi hari raya umat Khonghucu.
“Bukan hanya soal Khonghucu, Gus Dur jugalah yang menginisiasi rekonsiliasi nasional antara para korban PKI dan para tahanan politik (tapol) narapidana politik (napol). Salah satunya dengan menemui Pramoedya Ananta Toer.”, lanjut salah satu Dosen Unisnu Jepara ini.
Sementara itu, Katib Syuriyah Ranting NU Tahunan, Gus Hasan, mengingatkan pentingnya teladan Gus Dur pengorbanan dirinya untuk keutuhan dan kedamaian Indonesia.
“Salah satu teladan Gus Dur yang masih saya ingat adalah ketika beliau dilengserkan dari kursi presiden. Dengan tuduhan skandal Bruneigate dan Bullogate. Kasus yang tidak terbukti sampai sekarang”, kata Gus Hasan.
“Kalau saat itu Gus Dur mementingkan egonya untuk tetap bertahan di istana, pertumpahan darah pasti tidak bisa dihindari. Karena pasukan pembela Gus Dur yang bernama Pasukan Berani Mati siap berbondong-bondong menuju Jakarta”, terang pengasuh Ponpes Alfalah tersebut.
Masih menurut Gus Hasan, Gus Dur akan selalu terdepan dalam membela orang-orang yang tertindas. “Bagi saya Gus Dur adalah teladan yang mengamalkan sebuah hadist yang berbunyi Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain”, tandas Gus Hasan sambil menyiitir sebuah hadist.
ua