blank
Dari kiri: Kiai Abi Jamroh, Kiai Roshif Arwani, Kiai Moh. Rusydi.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Idaroh Ghusniyyah Jamiyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyah (Jatman) Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Tahunan Jepara kembali menggelar Ngaji Bareng Kitab Minahus Saniyah putaran kelima yang dilaksanakan di Musholla Baitus Solihin Krapyak Tahunan pada Sabtu, (2/11/2024).

Kegiatan diawali dengan pembacaan istighotsah dari Raisul Akbar Hadlaratusy Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al Huda Demangan KH. Mohammad Rusydi.

Sejumlah Kiai dan tokoh hadir antara lain KH. Imam Abi Jamroh (Wakil Rais PWNU Jawa Tengah), KH. Ali Masykur (Rois Syuriyah MWC NU Tahunan), KH. Misbahuddin (Ketua Tanfidziyah MWC NU Tahunan), H. Subekhan (Sekretaris MWC NU Tahunan), K. M Roshif Arwani (Ketua Jatman Tahunan), K. Mudai Hasan (Tuan Rumah, Pengurus Musholl Baitus Sholihin) dan jajaran pengurus MWC NU Tahunan serta Pimpinan Ranting NU se-Kecamatan Tahunan.

Ketua Jatman, K. M. Rosif Arwani menuturkan bahwa kegiatan Ngaji Bareng Kitab Minahus Saniyah merupakan program rutin Jatman Tahunan sebagai upaya untuk mendalami tasawuf di tengah-tengah riuh rendah kehidupan.

“Alhamdulillah kita masih istiqomah Ngaji Bareng Kitab Minahus Saniyyah yang kita laksanakan secara rutin selapan hari sekali dengan narasumber bergantian dan tempat yang berganti pula. Insyaallah MWC Tahunan bulan Desember akan menjadi tuan rumah Idaroh Syu’biyah Jatman Kabupaten Jepara.” Jelas Kiai Roshif yang juga pengasuh Ponpes An-Nur Mangunan.

Sementara itu, KH. Imam Abi Jamroh yang didaulat sebagai narasumber mengangkat tema Hubbud Dunya (Cinta dunia).

Mengutip pendapat Imam Abu Hasan Asy-Syadzali, Yi Abi, panggilan akrab KH. Imam Abi Jamroh, mengatakan bahwa seorang santri thariqah ( orang yang menempuh jalan Tuhan) tidak akan sampai naik derajatnya manakala ia belum benar-benar mencintai Allah, dan Allah belum menerima cintanya selama ia belum bisa meninggalkan pengaruh dunia.

“Cinta Allah tergantung seberapa besar seseorang mengosongkan hatinya dari pengaruh dunia, untuk mencintai- Nya”, lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Mantingan Tahunan Jepara.

Oleh karena itu, sebelum memasuki thariqat atau berbaiat dengan guru Mursyid, seseorang harus meninggalkan dunia dan mengosongkan hatinya dari pengaruh dunia.

Saat ditanyakan, tentang apakah seseorang dapat memenuhi persyaratan untuk memasuki thariqah di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang serba materialistis dan hedonis.

KH. Abi Jamroh menjawab bahwa Hubbud Dunya (Cinta dunia) itu manusiawi hal yang sangat wajar.

“Sepanjang tidak terjebak pada mailul qalbi (menjadi kecenderungan hati) dan tidak melampaui batas hal itu masih wajar saja”, ungkap Yi Abi.

Ia memberikan contoh Nabi Sulaiman dan Sahabat Usman bin Affan yang kaya raya tapi tidak terlintas dalam hatinya pengaruh dunia.

Dengan demikian, seseorang bisa saja masuk thariqah secara baik setelah bisa mengosongkan pengaruh dunia atau jika belum sampai maqom itu, santri thariqah harus terus belajar untuk melepaskan diri dari pengaruh dunia, hubbud dunya.

“Persoalan keduniawian cukup berada di tangan kita, jangan sampai kumanthil di hati kita”, tutur Yi Abi.

ua/sub/zank