Oleh: Muhammad Najib
JEPARA (SUARABARU.ID)- Salah satu apresiasi yang perlu diberikan pada Bawaslu Jepara adalah keberaniannya untuk menyatakan sekaligus merekomendasi terjadinya pelanggaran netralitas ASN di Jepara. Sebanyak 5 ASN yang oleh Bawaslu Jepara sudah dinyatakan melanggar netralitas itupun sudah dilimpahkan ke BKN pada 17 September 2024.
Masyarakat sudah mengetahui 5 ASN yang oleh Bawaslu Jepara dinyatakan terbukti melanggar netralitas berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN pasal 2 huruf f dan pasal 9 ayat 2. Kelima ASN itu adalah Hadi Sarwoko selaku Plt. Dinas Kearsipan dan Perpustakaan sekaligus sebagai Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Hadi Wibowo dan Mahardiyan Ardiyanto pegawai Dinas Kesehatan, MD pegawai Puskesmas Mlonggo, dan TDN yang bekerja di Klinik Rutan Jepara.
Kelima ASN itu juga dianggap tidak mengindahkan Surat Edaran Pj. Bupati Jepara Nomor 270/3 Tahun 2024 tentang Netralitas Bagi Pegawai ASN dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) di Pilkada. Surat Edaran tertanggal 8 Agustus 2024 itu jelas memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 menteri dan lembaga antara MenpanRB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua Komisi ASN, dan Ketua Bawaslu pada 2022. SKB itu mengatur tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Menariknya, Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara lebih lanjut mengakui bahwa ASN di lingkungan Kabupaten Jepara yang terbukti ada keberpihakan atau mengarah pada melanggar netralitas tidak hanya 5 orang, tetapi 10 orang. Hal ini sebagaimana dalam pemberitaan sejumlah media bahwa sudah dilakukan pemanggilan kepada masing-masing ASN terkait, meskipun ada 2 ASN yang tidak hadir dengan alasan mendampingi Pj. Bupati. Ironisnya, pemanggilan itu bukan untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran netralitas tetapi hanya forum pembinaan.
Tentu menjadi sebuah pertanyaan besar, mengapa Sekda selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang sekaligus menjadi Pejabat yang Berwenang (PyB) tidak menjalankan perannya dalam praktik pelanggaran netralitas. Hasil pemeriksaan sekaligus rekomendasi dari Bawaslu Jepara yang jelas-jelas menyebutkan adanya pelanggaran netralitas sejumlah ASN di Jepara, mestinya menjadi “tamparan” bagi pemerintah kabupaten Jepara yang secaa karier dipimpin oleh Sekda, Edy Sujatmiko.
Sekda sebagai PyB sebagaimana SKB tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum pada 2022, wajib menindaklanjuti dugaan pelanggaran netralitas pegawai ASN. Tindakan dari adanya dugaan pelanggaran netralitas yang sudah dinyatakan oleh Bawaslu Jepara, tentu dapat dipertanyakan keputusan dari PyB terkait pelanggaran kode etik PNS sekaligus pelanggaran disiplin dari PNS.
SKB tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum telah memberikan segala aktivitas pelanggaran kode etik maupun pelanggaran disiplin. Memperhatikan peristiwa forum dukungan kepada pasangan Witiarso Utomo sebagai calon bupati Jepara oleh para pengurus dan anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jepara, dengan secara jelas dapat diduga secara nyata telah melanggar kode etik dan pelanggaran disiplin.
Pertama, forum yang diinisiasi PPNI Jepara dengan kehadiran Wiwit sekaligus adanya pernyataan dukungan sejumlah tokoh PPNI, sekaligus pose terbuka serta bersama-sama dengan kandidat menggunakan simbol jari tangan huruf “W”, adalah kegiatan pelanggaran kode etik berupa ikut kegiatan sosialisasi atau pengenalan bakal calon atau calon. Pelanggaran itu mengacu pada pasal 11 huruf c PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Hukuman atas pelanggaran tersebut salah satunya adalah sanksi moral yang dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh pejabat pembina kepegawaian.
Kedua, pernyataan dukungan serta fakta keberpihakan sejumlah PNS Jepara kepada Wiwit-Hajar dapat dianggap telah tejadi pelanggaran disiplin. Pasal 9 angka 2 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN menyebutkan bahwa pegawai ASN harus beba dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan juga berpotensi terjadi pelanggaran disiplin berat sebagaimana diatur pada pasal 14 huruf I angka 3 PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Konsekuensinya, praktik dukungan itu dapat ditetapkan sebagai hukuman disiplin berat.
Proses pembinaan yang dalam sejumlah pemberitaan telah dilakukan oleh Sekda, pada dasarnya belum menindaklanjuti secara kedinasan terkait dugaan pelanggaran dalam ranah PNS yang tidak netral. Dalam konteks pembinaan kepegawaian, atasan langsung harus melakukan tindak lanjut atas dugaan pelanggaran. Manakala kewajiban penegakan disiplin tidak dilakukan, patut diduga bahwa atasan langsung tersebut dianggap melindungi adanya dugaan pelanggaran yang ada. Gak bahaya tah?
(Penulis adalah Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tinggal di Jepara)