Foto Kartini, Rukmini dan Kardinah saat membatik yang diberikan Sosrokartono dalam p;enerbitan buku Buku Standar Kesenlan Batik Hindia Belanda

Oleh : Hadi Priyanto

Tanggal 2 Oktober telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Hari Batik Nasional. Tanggal tersebut diperingati dengan mengambil momentum ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusian untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity)  oleh Unesco pada tanggal 2 Oktober 2009. Karena itu pada tanggal tersebut berbagai lapisan masyarakat mengenakan baju batik. Juga banyak even kreatif digelar untuk menumbuhkan kecintaan masyarakat pada batik.

Dalam sejarah perjalanan batik di Indonesia, Kartini, Rukmini dan Kardinah dapat disebut telah memberikan kontribusi besar. Karena itu relevan saat kita memperingati Hari Batik Nasional, kita bukan saja layak mengenang langkah Kartini dan kedua adiknya, tetapi juga menghidupkan gagasannya dalam pengembangan batik Jepara.

Sebab pada tahun 1898, Kartini, Rukmini dan Kardinah yang dikenal sebagai Tiga Serangkai mengirimkan karya-karya mereka kepada “Nationale Tentoonstelling voor Vrouwenarbeid” atau Pameran Nasional Karya Wanita yang diadakan di Den Haag, Nederland, bulan Juli – September 1898.

Dalam pameran ini ketiga putri Bupati Jepara ini mengirimkan 2 buah lukisan pemandangan alam di atas kayu di dalam bingkai kayu ukiran, hiasan dinding, bunga tulip pada kain satin dalam bingkai bambu, hiasan dinding burung-burung pada kain satin dalam bingkai bambu,  2 buah lukisan di atas kain satin dalam bingkai dari pluche,  sebuah nampan dengan lukisan atas kaca, 2 buah kakimono,  lukisan pada kain satin dalam bingkai kayu styl rococo,  9 buah kulit kerang dengan lukisan, lukisan atas kulit imitasi, disusun di atas standard dan 6 buah bambu diukir. Juga ada 6 potong pelangi beserta alat-alat yang diperlukan untuk mengerjakan  disertai dengan contoh-contoh untuk mengerjakannya.

Disamping itu Kartini, Rukmini dan Kardinah juga mengirimkan proses dan tgtahapan  pembatikan menyeluruh berserta alat yang diperlukan.  yang terdiri 4 potong mori,  16 potong contoh batik, masih dengan lilinnya, 2 buah kain yung sudah jadi, 4 buah canting, 1 wajan kecil, 2 gawangan, 1 anglo kecil dan  2 buah bandul.

Bahkan sebelum hasil karya tersebut  diberangkatkan ke Den Haag, barang-barang tersebut dipamerkan dalam sebuah pameran yang diadakan di pendopo kabupaten yang dapat dikunjungi oleh masyarakat. Bersama dengan barang- harang itu dikirimkan juga beberapa barang hasil pekerjaan tangan Kartini yang akan dipersembahkan kepada Sri Ratu Wilhelmina.

Dalam surat kabar harian “De Rotterdamse Courant” tanggal 30 Agustus 1898 memberitakan bahwa Ratu Wilhelmina serta Ibu Suri Emma pada tanggal 29 Agustus telah mengunjungi Pameran Nasional dan menunjukkan banyak perhatian terhadap karya-karya Tiga Saudara. Bahkan ia minta kepada  Ketua “Insulinde” untuk untuk membacakan beberapa kalimat dari surat “seorang puteri dari Jawa” sebagai pengantar sebuah hadiah yang dipersembahkan kepada Ratu.

Masuk Buku Standar Kesenlan Batik

Di antara semua barang kiriman Tiga Serangkai ke Pameran Karya Wanita di Den Haag ternyata koleksi pembatikan yang tercatat di katalog No. 251  yang paling menarik perhatian, terutama dari kalangan kaum ethnolog.

Koleksi itu terdiri atas beberapa helai kain batik serta sekumpulan potongan bahan kain yang disusun menurut tingkat pembatikan masing-masing, sehingga dengan demikian dapat diikuti cara mengerjakan pembatikan mulai dari bahan mentah sampai menjadi kain batik yang selesai untuk dipakai: halus, menarik, anggun, kalau yang mengerjakan seorang yang berbakat seni membatik. Apalagi Kartini memiliki bakat melukis.

Koleksi pembatikan yang dikirimkan Kartoini bersama kedua adiknya itu juga disertai sebuah tulisan sebagai penjelasan seluruh pekerjaan pembatikan itu dan disusun dalam bahasa Belanda yang demikian bagusnya, hingga kemudian bersama dengan gambar kain-kain batik dan semua alat pembatikan itu dijadikan bagian penting dalam bab pertama dari buku Standard De Batikkunst in Ned. Indie en haar Geschiedenis (Kesenian Batik di Hindia Belanda dan Sejarahnya) oleh G.P.Rouffaer dan Dr. H.H.Juynboll.

Puteri-puteri Japara itu memang telah diajar seni membatik sampai dapat mengerjakan sendiri semua bagiannya. Karena itu Kartini juga dapat membuat karangan yang urut, lengkap dan jelas. Karangan itu juga disertai sebuah foto dari keluarga Bupati, yaitu gambar Bupati dan Raden Ayu beserta Tiga Serangkai dan adik-adik mereka.

Atas permintaan Rouffaer kemudian masih ditambahkan lagi sebuah foto dari koleksi Sosrokartono, yaitu gambar Tiga Saudara sedang asik membatik di belakang kabupaten Japara. Tulisan Kartini itu kemudian dikenal  sebagai “Handschrift Japara” (Manuskrip Japara),

Buku “Kesenian Batik di Hindia Belanda dan Sejarahnya” itu merupakan sebuah karya besar. Buku itu terdiri atas 2 bagian yaitu : Pertama, buku teksnya, ditulis dalam bahasa Belanda dan bahasa Jerman, sebelah menyebelah pada tiap-tiap halaman; Kedua: sebuah atlas, tebal 100 halaman bergambar, tiap-tiap halaman memuat macam-macam gambar contoh batik dari berbagai pusat pembatikan, yang masing-masing mempunyai karakteristik sendiri.

Material buku itu sebagian kecil diambil dari ‘s Rijks Ethnografisch Museum, tetapi yang sebagian besar diambil dari Pameran di Den Haag. Alat-alat pembatikan kiriman dari Japara gambarnya memenuhi satu halaman.

Pada Kata Pendahuluan buku itu ditulis, bahwa dari bantuan yang didapat dari pameran, yang sangat tinggi nilainya ialah yang datang dari puteri-puteri Bupati Japara. Oleh sebab mereka biasa membatik sendiri, maka keterangan yang mereka berikan mengenai tehnik pembatikan sangat penting dan berharga.

Dalam tulisan itu diberikan perincian dari seluruh proses pembatikan sampai pada hal yang kecil-kecil, detail-detail yang halus, yang hanya dapat diketahui dari praktek pekerjaan sendiri serta pengalaman banyak. Demikianlah maka “Handschrift Japara” itu mengisi secara sempurna kekurangan-kekurangan dari tulisan-tulisan yang pernah diterbitkan oleh kaum pejabat Pamong Praja Belanda di Jawa.

Karena Rouffaer dan kawannya sangat antusias mengenai tulisan Kartini itu, maka Sosrokartono mengizinkan mereka untuk memuat tulisan tersebut dalam buku yang akan diterbitkannya. Juga Ny.  Lucardie dari “Insulinde” memberi izin dibuatnya kopi dari tulisan tadi. Maka dalam Prakata buku itu juga dinyatakan terima kasih kepada Sosrokartono atas bantuannya yang banyak bagi penulisan buku standar

Disarikan dari buku Kartini Sebuah Biografi karya Siti Soemandari Soeroto.