blank
Bupai Kebumen Arif Sugiyanto di halaman Setda setempat.(Foto:SB/Kominfo Kbm)

KEBUMEN (SUARABARU.ID)- Bupati Kebumen Arif Sugiyanto menjelaskan mengapa pendapatan asli daerah (PAD) mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya disebabkan beberapa hal.

Menurut penjelasan Bupati, salah satu penyebabnya pihaknya tidak mau menaikkan biaya pajak bumi dan bangunan (PBB) yang bisa membebani masyarakat. Di mana pada tahun-tahun sebelumnya, disebut kenaikan PAD karena pemerintah berani menaikkan PBB di masyarakat.

“Jadi selama ini untuk menaikkan PAD itu yang digenjot adalah kenaikan PBB. Jika itu terus dilakukan, maka beban rakyat akan semakin berat. Kita tahu selepas pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi masih berjalan cukup pelan, dan tidak elok rasanya kalau saya harus menaikkan PBB,”ujar Bupati dalam keterangan resminya, Kamis 5 September 2024.

Bupati menerangkan, selain menaikkan PBB, kenaikan PAD  saat itu disebabkan karena adanya kenaikan sewa kios pasar. Di era pemerintahannya, hal itu tidak dilakukan. Mengingat pasca Covid-19, perekonomian di pasar belum sepenuhnya stabil.

“Kalau saya paksaan pedagang akan menjerit. Coba bayangkan di pasar-pasar banyak pedagang yang mengeluhan sepi, khusus para pedagang pakaian dan mainan. Itu kalau sampai dinaikkan sewa kiosnya, ya menjerit. Pemerintah tidak akan tega melakukan itu,”terangnya.

Penurunan lain disebabkan pihaknya banyak membebaskan rertribusi. Seperti  retribusi nelayan atas hasil tangkapannya. Khususnya bagi para nelayan dengan penghasilan 0 sampai Rp 1 juta. Hal ini sesuai dengan adanya UU Cipta Kerja, di mana peraturan di bawahnya seperti Perda harus bisa menyesuaikan, tidak bertentangan dengan UU di atasnya.

Dalam Perda tentang Retribusi Daerah, lanjut Bupati, sekarang juga tidak boleh ada presentase. Menurutnya itu berbeda dengan Perda yang dahulu di mana berapa pun hasil tangkapan ikan yang didapat para nelayan, harus dikenakan retribusi minimal 0,19 persen untuk pendapatan daerah.

“Misalkan ada yang dapat Rp200 ribu, Rp500 ribu, Rp700 ribu, Rp 1 juta, itu dulu tetap dikenakan retribusi, kalau sekarang sudah nggak bisa dipukul rata,”ujarnya.

Berdasarkan hasil musyawarah Pemerintah Daerah dengan DPRD, Bupati meminta agar para nelayan yang pendapatannya 0 sampai Rp 500 ribu tidak dikenakan tarif retribusi. Kemudian dari Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta itu ada retribusi sebesar Rp 30 ribu. Lalu dari Rp 1 juta ke atas kelipatannya hanya Rp2.500.

“Kemarin masyarakat ada yang menyampaikan keberatan dari Rp 500 ribu sampai Rp1 juta dikenakan tarif retribusi Rp 30 ribu, kalau Rp 1 juta ke atas tidak keberatan. Dengan adanya masukan tersebut, saya selaku bupati  memutuskan untuk meniadakan retribusi,”terangnya.

Bupati menyatakan, hal-hal seperti itu menjadi pertimbangan matang bagi pemerintah daerah agar tidak menaikkan PBB dan retribusi hanya demi bisa meningkatkan PAD.

Bupati menyebut, di tahun 2024 ada pelayanan yang tidak boleh dipungut lagi. Padahal potensi pendapatannya cukup besar.  Di antaranya retribusi pengendalian menara dan retribusi KIR. “Meski tidak ada tarikan, kita tetap memberikan pelayanan terbaik,”ucapnya.

Kemudian upaya Pemkab untuk menaikkan PAD, salah satunya menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk mengelola pariwisata milik Pemerintah Daerah. Seperti halnya wisata Pantai Pandan Kuning, Petanahan, Pemandian Air Hangat, Krakal, Pantai Suwuk, dan Gua Jatijajar.

“Pendapatan objek wisata yang setiap tahun biasanya hanya Rp 400 juta, sekarang sudah Rp 1,6 miliar. Ini karena kita kerjasamakan pengelolaannya dengan pihak swasta. Jadi bisa meningkat berkali-kali lipat,”tandasnya.

Berdasarkan data resmi dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Kebumen disebutkan perolehan PAD dari tahun.

2020 sebesar Rp 403,805,016,754.

2021 sebesar Rp 472,048,471,849.

2022 sebesar Rp 512,504.293.327.

2023 sebesar Rp 463,737,904,990.

2024 sebesar Rp 467.192.970,000.

Dari data tersebut memang terlihat, PAD pada 2021 sebesar Rp 472 Miliar, kemudian pada APBD Murni 2024 PAD-nya masih Rp 448 Miliar. Memang terjadi penurunan.

Bupati menjelaskan, wajar PAD 2021 mengalami kenaikan karena untuk tahun 2021 dan 2022 ada pendapatan BLUD, berupa claim Covid BPJS Kesehatan, yang pendapatannya hanya bisa digunakan dilingkup BLUD, tidak untuk yang lain sehingga wajar saat itu naik.

“Nah sekarang sudah tidak ada covid. Kita optimistis PAD pada 2024 akan terus naik melampaui target. Lebih tinggi dari perolehan PAD dari tahun sebelum-sebelumnya,”tandas Arif Sugiyanto.

Komper Wardopo