WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Dinas Pendidikan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Wonogiri, Senin malam (26/8/24), menggelar pentas kesenian ketoprak di Lapangan Desa Waru, Kecamatan Slogohimo (40 kilometer arah timur Ibukota Kabupaten Wonogiri).
Mengambil Lakon Wahyu Kembang Cemoko Mulyo, pentas ketoprak ini dimainkan oleh kelompok seniman muda Surakarta Ketoprak Balekambang Solo. Event budaya ini, diawali dengan tampilnya sajian pembuka pentas kesenian tradisional Kethek Ogleng dan Reog.
Kepala Dikbud Kabupaten Wonogiri, Sriyanto, melalui Kabid Kebudayaan Dikbud Kabupaten Wonogiri, Eko Sunarsono, menyatakan, kesenian reog yang tampil adalah Group Reog Harjo Jati Mergo. Yakni gabungan seniman reog dari tiga kecamatan, Kecamatan Sidoharjo, Jatisrono dn Slogohimo.
Event wisata budaya pentas ketoprak Lakon Kembang Cempoko Mulyo ini, digelar untuk sosialisasi peraturan perundang-undangan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau (DBHCHT) melalui media pertunjukan rakyat. Mendapat sambutan hangat masyarakat yang beramai-ramai datang untuk menyaksikannya.
Wahyu Cempoko Mulyo, berkisah tentang Suksesi Kepemimpinan, yang diawali munculnya kegelisahan seorang Demang (Pemimpin Tingkat Distrik/Wedana), yang memikirkan siapa gerangan kelak dari tiga putranya yang patut menerima estafet kepemimpinannya.
Trio Pelawak
Dua anak tertua Ki Demang, bersemangat untuk mencari Kembang Cempoko Mulyo. Karena berambisi bisa menggantikan jabatan ayahnya. Dicarilah rekayasa dengan membuat Kembang (Bunga) Cempoko Mulyo dari bahan emas, tanpa harus mencarinya ke Gunung Lawu. Pamrihnya, agar membuat senang Ki Demang (karena berbahan emas).
Lain halnya dengan Si Bungsu, dia naik ke Gunung Lawu untuk belajar mencangkok (budidaya) Kembang Cempoko Mulyo dari petani di lereng puncak Gunung Lawu. Hasil cangkokannya, kemudian ditanam di halaman depan dan memancarkan aroma harum semerbak ke Pendapa Kademangan.
Ki Demang akhirnya memilih Si Bungsu yang patut menerima estafet kepemimpinan sebagai Demang. Pemilihannya ini, didasarkan pada proses pencarian dan bukan melalui cara akal-akalan rekayasa sebagaimana dilakukan oleh kedua kakaknya. Lakon Cempoko Mulyo, memberikan petuah betapa pentingnya memilih calon pemimpin yang tidak mengedepankan akal-akalan.
Tak soal sosok pemimpin itu sederhana perilakunya, tapi jujur dan senantiasa hadir menyatu dengan kawula (masyarakat), serta tidak mengedepankan indahnya kata-kata beretorika dengan mengumbar janji-janji manis.
Ketoprak lakon Wahyu Kembang Cempoko Mulyo ini, menjadi tontonan yang menghibur dengan tampilnya Trio Bintang Pelawak, terdiri atas Bogang, Bowo dan Badut. Ketiganya mampu tampil jenaka, lewat guyonan dan lontaran joke-joke yang gecul (lucu). Menjadikan massa penonton setia menyaksikannya sampai akhir pementasan.
Lakon Cempoko Mulyo, tidak hanya elok ketika dipentaskan dalam gelaran Ketoprak. Tapi juga sering dipilih para Dalang dalam menggelar pentas wayang kulit. Yakni untuk media menyampaikan wejangan ajaran kebaikan Hastha Laku (Delapan Jalan). Terdiri atas Tepa Slira (tenggang rasa), Lembah Manah (rendah hati), Andhap Ashor (berbudi luhur), Grapyak Semanak (ramah tamah), Gotong Royong (saling membantu), Guyub Rukun (kerukunan), Ewuh Pekewuh (saling menghormati), dan Pangerten (saling menghargai).(Bambang Pur)