Oleh: Hadi Priyanto
Keunikan dalam pembuatan macan kurung salah satunya adalah perajin tidak boleh membelah kayu yang akan digunakan. Kayu harus utuh. Padahal dalam sebuah patung macan kurung harus ada seekor macan yang kakinya dirantai, jeruji yang mengurungnya dan bola yang bisa menggelinding di lantai dasarnya.
Karena itu perajin dituntut lihai mengarahkan mata pahatnya melalui lobang-lobang di antara jeruji kurungan yang sudah terbentuk terlebih dahulu. Sebab perajin tidak boleh memotong jeruji kurungan kemudian menyambungnya kembali dengan lem.
Kesulitan membuat macan kurung terletak pada peliknya membuat tubuh macan dalam jeruji dari segelondong kayu utuh. Bukan hanya itu. Sebelum membuat macan, perajin juga harus membuat jeruji kurungan yang tak kalah rumit. Apalagi patung macan kurung yang berkualitas adalah jika jarak antara jeruji satu dengan lainnya ukurannya sama dengan diameter jeruji yang ada.
Dengan demikian kebebasan dalam mengarahkan mata pahat sangat terbatasi. Jika jarak antar jeruji terlalu lebar dan tidak sama berarti perajinnya bisa dikatakan masih belum mahir. Dengan demikian kerumitan dalam memahat selalu dihadapi oleh perajin mata kurung.
Makna simbolis
Penafsiran makna simbolis macan kurung secara objektif maupun subjektif sangat beragam. Sebab Asmo Sawiran, pencipta patung macan kurung ini tidak mewariskan konsep penciptaan yang dapat dipahami secara jelas oleh penerusnya.
Sampai sekarang berkembang beberapa pandangan tentang makna simbolis macan kurung. Salah satunya yang paling banyak diketahui kalangan perajin adalah sebagai gambaran pengendalian nafsu manusia.
Macan kurung merefleksikan nilai-nilai kesabaran dalam kehidupan manusia. Secara simbolis macan dianggap sebagai binatang buas dan liar yang menggambarkan nafsu buruk manusia.
Rantai yang mengikat macan merupakan simbol untuk pengendalikan diri yang harus dilakukan oleh manusia agar tidak melakukan kejahatan dan kesenangan yang dapat menyesatkan dan merugikan orang lain. Bahkan merusak alam dan kehidupan.
Sementara kurungan yang terdiri dari jeruji-jeruji , dapat dimaknai sebagai kekuatan, kesabaran atau keteguhan yang mampu menahan sikap buruk manusia yang sering tidak terkendali.
Bola menggambarkan kehidupan yang selalu berputar, selalu dinamis, kadang harus terombang-ambing oleh keadaan. Bola juga menggambarkan bentuk permainan yang dapat mendatangkan kegembiraan.
Bagian atas macan kurung adalah gambaran kehidupan ideal yaitu selalu menjaga keseimbangan dalam alam dan kehidupan. Lambang yang sering digunakan adalah burung elang, naga, pohon rindang atau pun Garuda Pancasila.
Naga dikenal sebagai binatang yang dalam mitologi menempati kasta tertinggi. Garuda adalah kendaraan Wisnu, pepohonan (hutan) adalah bagian dari ekosistem yang sangat penting artinya bagi kehidupan. Juga Garuda Pancasila sebagai lambang negara yang mengandung falsafah dan ideologi bangsa Indonesia. Karena itu kesemuanya layak untuk ditempatkan di atas kurungan.
Namun ada pula yang menafsirkan, patung macan yang muncul di tengah-tengah tekanan sistem pemerintahan kolonial dan adat-istiadat budaya feodal, adalah bentuk ekspresi simbolis perlawanan para perajin ukir atas tekanan hidup yang dirasakan saat itu.
Macan kurung sebagai salah satu ikon Jepara yang pernah menjadi primadona, dewasa ini keberadaannya sudah tergeser oleh produk-produk baru. Kini macan kurung tidak lagi mudah dijumpai dan semakin langka.
Akankah ikon seni ukir itu benar-benar punah dan menjadi artefak karya adhiluhung seniman ukir Jepara? Atau adakah keinginan dan jalan untuk membangkitkannya kembali macan kurung yang telah mati suri. Tentu semuanya tergantung kepada kesetiaan para pewaris pada budaya Jepara
Penulis adalah Ketua Yayasan Pelestari Ukir Jepara