SEMARANG (SUARABARU.ID) – Universitas Diponegoro (Undip) melakukan kerja sama akademik serta penelitian di beberapa bidang keilmuan dengan Nagoya University, Jepang, belum lama ini.
Melalui kerja sama antara Pusat Studi Asia (PSA) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNDIP untuk Center for Asian Studies Faculty of Humanities dengan Graduate School of Education and Human Development Universitas Nagoya Jepang, tiga guru besar Undip serta satu dosen menjadi delegasi perwakilan berangkat ke Nagoya, Jepang pada 4 – 14 Juli 2024.
Para guru besar tersebut adalah, Prof. Yety Rochwulaningsih, dan Prof. Singgih Tri Sulistiyono dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Prof. Endang Larasati dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), serta Dosen FIB, Noor Naelil Masruroh, yang juga mahasiswa program doktor.
Keempatnya selama 10 hari di Nagoya Jepang melakukan serangkaian kegiatan akademik bersama dengan Prof. Mina Hattori dan Tim dari Graduate School of Education and Human Development, Universitas Nagoya.
“Kegiatan akademik ini berupa penelitian pendahuluan yang dilakukan secara bersama Tim kedua belah pihak dari Universitas Diponegoro dan Universitas Nagoya yang dilanjutkan penelitian secara intensif pada tahun 2025 dengan hasil penelitian diterbitkan pada jurnal internasional bereputasi tinggi,” kata Kepala Humas Undip, Utami Setyowati, Selasa 16 Juli 2024.
Dengan adanya kerja sama ini dapat mendukung pencapaian Undip sebagai WCU (World Class University). Untuk itu, telah dilakukan tiga kegiatan selama 4-14 Juli 2024, yaitu penelitian lapang di Suzu, penelitian lapang di Mie dan Focus Group Discussion (FGD) di kampus Graduate School of Education and Human Development.
Kegiatan lapang di Suzu untuk melakukan studi komparasi preservasi pengetahuan pembuatan garam tradisional di Suzu, Ishikawa-ken Jepang. Pembuatan garam secara tradisional di Suzu masih dilakukan dan bertahan hingga saat ini.
“Tim peneliti dari kedua universitas melakukan observasi dan wawancara dengan pemilik usaha dan tenaga kerja,” kata Utami dalam keterangan persnya kepada wartawan.
Data awal menunjukkan bahwa pengetahuan pembuatan garam di Suzu telah ada sejak zaman Edo (abad ke-17) dan masih tetap eksis hingga saat ini meskipun mengalami pasang surut, karena regulasi pemerintah maupun bencana alam.
Secara institusional, usaha garam di Suzu telah mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara internasional melalui Globally Important Agricultural Heritage (GIAHS) dari Food of Agricultural Organization (FAO).
Pembuatan garam di Suzu juga dilakukan dan dikelola secara profesional sebagai sebuah bisnis yang memiliki profit yang menjadi sumber pendapatan penting bagi pemilik usaha maupun tenaga kerjanya.
Pembuatan garam secara tradisional di Suzu pada hal-hal tertentu tampak terdapat kesamaan dan sekaligus perbedaan signifikan dengan Indonesia antara lain yang terdapat di Aceh, Bali dan Lombok.
Kegiatan lapang di Mie untuk melakukan studi terkait manajemen kepulauan melalui pendidikan vokasional dengan studi komparatif antara Karimunjawa, Jawa Tengah Indonesia dan Shima-cho, Mie-ken.
Selain kegiatan penelitian lapangan di Mie, tim peneliti Undip dan Nagoya mengunjungi Pulau Shima, Mie-ken untuk mengadakan wawancara dan pengamatan lapangan pada Mie Fisheries High School.
Wawancara dilakukan dengan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah dan delapan orang siswa laki-laki dan perempuan. Sekolah memiliki empat jurusan, yaitu kelautan, teknologi perikanan, aqua design, dan aqua food.
Semua jurusan memiliki laboratorium dengan sarana prasarana sangat representatif sesuai dengan kebutuhan capaian pembelajaran. Sekolah juga memiliki dua kapal, yaitu satu kapal dengan bobot 592 GT untuk praktek siswa melaut hingga wilayah laut negeri lain, maka di kapal ini juga dilengkapi pabrik mini pembuatan spare part kapal. Selain itu ada juga kapal dengan 100 GT untuk praktik di wilayah laut nasional Jepang.
Sekolah ini telah berdiri sejak 1902 dan merupakan salah satu sekolah vokasi favorit masyarakat. Keberadaan sekolah ini sekaligus menjadi cerminan bagaimana pengelolaan pendidikan vokasional di wilayah kepulauan dilakukan dengan serius dan menjadi komitmen pemerintah sebagai konsekuensi dari negara maritim.
Selain itu, bagaimana kehadiran institusi pendidikan vokasional di tengah-tengah masyarakat menjadi media kontribusi pada masyarakat melalui integrasi kegiatan pembelajaran yang secara nyata mampu membantu kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Salah satunya melalui pembudidayaan abalone yang dilakukan oleh siswa-siswa dari jurusan aqua design dan meletakkan kembali di laut untuk dipanen oleh penyelam perempuan.
Sementara kegiatan Focus Group Discussion diselenggarakan oleh Universitas Nagoya pada 11 Juli 2024, dimana Prof. Yety Rochwulaningsih menawarkan gagasan tentang kajian komparatif pelestarian pengetahuan tradisional dalam produksi garam di Jepang dan Indonesia sebagai salah satu topik penelitian kerja sama yang dapat dibangun antara Undip dengan Universitas Nagoya.
Pada forum yang sama, Prof. Endang Larasati juga mengajukan gagasan pentingnya dilakukan penelitian kerja sama tentang kajian komparatif Indonesia-Jepang dalam pengelolaan pendidikan vokasi di negara maritim.
“Kedua isu ini sangat penting bagi Undip dan Universitas Nagoya, kedua pihak telah bersepakat untuk ditindaklanjuti dalam kegiatan akademik, yaitu penelitian dan publikasi internasional bersama yang akan dilaksanakan pada tahun 2025,” katanya.
Sebelumnya, Graduate School of Education and Human Development Universitas Nagoya Jepang juga memberi kesempatan dosen Departemen Sejarah FIB Undip, Noor Naelil Masruroh, untuk studi lanjut Program S3 di Nagoya University atas beasiswa dari Pemerintah Jepang mulai April 2024.
Selain itu juga ada juga Prof. Singgih Tri Sulistiyono, melalui program Visiting Professor (April – Juli 2024) atas pembiayaan dari Nagoya University. Selain itu kerja sama publikasi pada jurnal internasional juga sedang berproses mengenai problematika WCU yang dihadapi perguruan tinggi di Indonesia.
Hery Priyono