KLATEN (SUARABARU.ID)- Dalam Zoom Pendar Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Menyenangkan Daerah Istimewa Yogyakarta yang diselenggarakan Jumat (12/7-2024), Leader GSM Klaten Ariyanto Mohammad Toha mengingatkan pentingnya mengubah MPLS warisan feodal dengan perkembangan saat ini.
Dalam zoom yang menghadirkan pula narasumbe Dafid Ariyanta yang juga Pegiat Komunitas GSM Jepara serta Noor Aeni Pegiat GSM Cirebon. Pendar MPLS Menyenangkan DIY dibawakan oleh MC Lusia Ambarwati Pegiat Komunitas GSM Gunungkidul.
Menurut Ariyanto Mohammad Toha, MPLS sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. “Di sekolah Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) tahun 1924 dikenal sebagai ontgroening yang bermakna “tumbuh”. Istilah ini berkembang di era kependudukan Jepang menjadi perpeloncoan hingga ospek dan saat ini menjadi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Namun ini hanya berganti topeng saja dan isinya pada dasarnya sama saja,” ujarnya
Selanjutnya Ariyanto Mohammad Toha mengungkapkan, sesuai semboyan GSM : Berubah, Berbagi, Berkolaborasi, itulah yang coba kita lakukan. Mendobrak budaya baru dengan menarasikan MPLS yang berbeda. “MPLS dibatasi dengan tembok-tembok kelas serta dibatasi mengenali lingkungan sekolah saja. Akibatnya MPLS menjejalkan anak-anak dengan materi dan membonekakan anak,” tegasnya
Menurut Toha selama tiga hari hari pertama masuk sekolah bagi siswa baru, guru sangatlah perlu mengajak siswa-siswanya untuk memasuki tiga Masa Pengenalan, antara lain : Mengenal Dirinya (Who I am), Mengenal Sekolahnya, dan Mengenal Lingkungannya (di luar sekolah dan rumah).
Namun jika dirasa bahwa di hari pertama anak belum benar-benar terbukti mampu mengenali dirinya sendiri, biarkan selama tiga hari guru mengajak siswa-siswanya untuk mengenali dirinya sendiri dulu.” Untuk mengenali diri sendiri, guru dapat mengajak siswa menyelami tiga hal, yaitu ; self analysis (instropeksi diri), self monitoring (pemantauan diri), self disclouser (keterbukaan diri). Pada self analysis, guru dapat mengajak siswa untuk berbicara di depan cermin secara bergantian atau secara bersamaan. Di depan cermin, siswa diajak untuk berbicara dengan dirinya sendiri.
Ia lantas menguraikan contoh self analysis: “Assalamu’alaikum Toha, bagaimana kabarmu ?, baik-baik saja ya ? aamiin. Semoga pagi nan cerah ini, Toha senantiasa mendapatkan limpahan keberkahan yang tak terhingga dari Yang Maha Kuasa, dan seterusnya tentu dengan diksi-diksi yang positif. Ini berimbas pada diri siswa sendiri, karena apabila ini dilakukan secara rutin bahwa apa yang dikatakan kepada diri sendiri di depan cermin, pasti akan kembali kepada dirinya sendiri karena setiap apa yang mereka katakan di depan cermin adalah do’a dan energy positif untuk mereka sendiri.
Tidak hanya itu, self analysis juga dapat dilakukan dengan tidur terlentang di halaman, ruang kelas, halaman, di bawah pohon rindang atau apapun senyamannya sambal diputarkan instrumen musik yang tenang dan dibacakan narasi yang sesuai sehingga ketika ketenangan sudah menggelayuti pikiran siswa maka ini energy positif untuk dapat mengenali dirinya sendiri.
Sementara self monitoring (pemantauan diri) biasanya dilakukan dengan membentuk kelompok, di mana setiap anggota dalam kelompok mengambil perannya masing-masing. Guru hanya butuh mengobservasi kelompok itu. Self monitoring adalah sifat seseorang yang mampu memantau sekaligus mengendalikan cara membawa diri, emosi, sekaligus perilaku ketika berada di situasi dan lingkungan tertentu.
Konsep self-monitoring seseorang ditandai dengan ciri khas seseorang yang memiliki ciri khas dengan mudah mengubah perilakunya demi kompromi terhadap situasi. Sebaliknya yang tidak pandai self-monitoring akan berperilaku sesuai dengan perasaan dan kebutuhan dirinya.
Sedangkan untuk self disclouser (keterbukaan diri) merupakan bentuk komunikasi interpersonal dalam bentuk membagi informasi diri pribadi. Informasi ini bisa berupa ide, perasaan dan fantasi serta mengungkapkan reaksi dan tanggapan terhadap situasi yang disembunyikan namun disampaikan kepada orang lain untuk mengetahui apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan.” jelasnya.
Sementara masa mengenal sekolah di dalamnya ada unsur biotik dan abiotik. Guru, siswa, karyawan, gedung, ruang kelas, mebelair, alat olah raga, lab komputer, lab IPA, lapangan, tiang bendera, dan masih banyak lainnya. “Siswa perlu diajak keliling sekolah untuk benar-benar mengenali setiap sudut sekolahnya. Bukan dari hari pertama hingga selesai MPLS dijejali materi di dalam kelas,” ungkapnya
Terakhir bahwa siswa perlu belajar dalam mengenali lingkungan sekitarnya, baik sekitar rumah tempat tinggalnya ataupun sekitar sekolahnya. Ini sangat penting, karena kita tahu bahwa sekolah berdiri di tempat atau lingkungan yang berbeda. Dengan demikian guru harus memantik siswa dalam menghadapi fenomena yang ada,” pungkasnya.
Hadepe – Arkansa