Pj Bupati Kudus M Hasan Chabibie. Foto:Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Pj Bupati Kudus Hasan Chabibie telah memberi jaminan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang telah resmi ditutup akhir pekan lalu di Kabupaten Kudus berlangsung secara transparan dan bebas pungutan.

Dalam penegasannya, Pj Bupati menyampaikan pelaksanaan PPDB di Kabupaten Kudus bebas pungli atau praktik gratifikasi.

“Kami pastikan pelaksanaan PPDB di Kabupaten Kudus berjalan transparan, akuntabel dan tidak ada praktik pungli atau gratifikasi,”kata Pj Bupati seusai menghadiri Paripurna DPRD Kudus, Jumat (28/6) lalu.

Penegasan Pj Bupati tersebut tentunya menjadi warning pihak sekolah untuk tidak main-main saat pelaksanaan PPDB.
Namun bagaimana realitas sebenarnya di lapangan? Berikut penelusuran Suarabaru.id.

Salah seorang guru dan juga mantan Kepala SMP swasta di Kabupaten Kudus menyampaikan bahwa saat dilaksanakan PPDB online memang berjalan secara transparan dan sesuai regulasi yang ada.

Namun hal tersebut tidak serta menjamin tidak adanya praktik siswa titipan.

“Siswa titipan itu terjadinya bukan saat PPDB online dilakukan. Tapi setelahnya,”katanya.

Menurutnya, seusai dilaksanakannya PPDB secara online, jumlah bangku yang disediakan adalah data resmi yang dikeluarkan sekolah.

Namun, saat mulai masuk tahun ajaran, sekolah akan membuat lagi daftar siswa untuk pengajuan dana BOS.

“Nah, di saat itu lah ada penambahan jumlah siswa dan kelas. Biasanya akan ada selisih satu kelas yang jumlah siswanya antara 32-36 anak,”katanya.

Oleh karena itu, jika ingin membuktikan adanya praktik siswa titipan atau tidak, tentu bisa dicek apakah data jumlah bangku saat PPDB online sesuai dengan jumlah siswa yang benar-benar masuk saat tahun ajaran baru nanti atau tidak.

Dan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pasti ada selisih yang cukup banyak.

Tambahan jumlah siswa inilah yang ditengarai menjadi celah untuk memasukkan siswa titipan. Dan sudah menjadi rahasia umum, wali murid siswa titipan harus menyiapkan dana ekstra dengan alasan memberi sumbangan ke sekolah.

“Nanti wali murid siswa titipan akan dipanggil kepala sekolah diminta untuk memberikan sumbangan ke sekolah dengan dalih untuk beli AC, perbaikan gedung atau apapun,”tandasnya.

Apakah uang tersebut memang benar-benar digunakan untuk pembelian perlengkapan sekolah atau perbaikan gedung, tidak ada yang tahu pasti. Namun jumlah uang sumbangan tersebut besarnya bervariasi tergantung kesepakatan wali murid dan kepala sekolah.

Praktik siswa titipan ini diakui oleh Bambang, seorang warga Karanganyar Demak. Bambang yang merupakan wali murid, mengaku pernah menitipkan anaknya ke sebuah SMP yang ada di Kudus beberapa tahun lalu, karena sesuai zonasi dipastikan akan gagal di PPDB online.

“Ya waktu itu saya dimintai uang sekitar Rp 3-4 juta. Saya agak lupa pastinya, tapi katanya untuk beli AC di sekolah,”paparnya.

Ali Bustomi