blank
Nova dan Dewangga (sisi kiri), saat melakukan talkshow di Radio USM Jaya, yang dipandu Putri Salsabila. Foto: dok/usm

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Radio USM Jaya bersama Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Semarang (USM), mengadakan talkshow interaktif, dalam Kuliah Keadilan dan Kesetaraan Gender (Kudengar), di Studio Radio USM Jaya, di Gedung N USM pada Rabu (19/6/2024).

Talkshow yang dipandu penyiar Radio USM Jaya, Putri Sabila itu, mengusung tema ‘Dara Setara: Bersama Kita Berusaha Membuat Ruang Aman dan Nyaman bagi Perempuan’. Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari anggota Satgas PPKS USM, Nova Yuliani, dan Ketua UKM Optimus USM, Dewangga Nur Rizal.

Mindset orang-orang yang berpikir secara budaya patriarki, pelabelan perempuan, dimana perempuan dikotak-kotakkan, itu juga membuat perempuan merasa tidak aman. Bahkan tidak sedikit pula perempuan yang tidak berani untuk speak up. Hal-hal ini yang menjadi tantangan perempuan untuk mendapatkan ruang yang aman dan nyaman,” ujar Nova.

BACA JUGA: Pekan Ke-8 Liga Sukun U23: AMN FC Tumbang di Tangan Juru Kunci Klasemen Parkid FC

Menurutnya, menciptakan ruang yang aman dan nyaman bagi perempuan, merupakan langkah penting. Sebab, perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki.

”Jika kita tidak mengupayakan kodisi yang membuat perempuan nyaman terhadap suatu lingkungan, itu bisa menghambat potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Pihak kampus juga sudah memberikan wadah bagi warganya dalam hal perlindungan dan pencegahan, yaitu adanya PPKS. Kami juga bekerja sama dengan jasa layanan konseling USM. Don’t be afraid to speak you words,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Ketua UKM Optimus USM, Dewangga Nur Rizal, yang menilai, pelabelan perempuan yang cenderung merendahkan, hingga stereotype yang berkembang merupakan masalah dalam mewujudkan ruang aman dan nyaman bagi perempuan.

BACA JUGA: Tim PkM USM Beri Pelatihan IoT ke Siswa dan Guru SMAN 4 Semarang

Dewangga menyatakan, upaya yang dapat dilakukan yakni, dengan mengontrol diri sendiri, membatasi pikiran dan perilaku yang melanggar hak privasi, maupun membuat perempuan merasa tidak nyaman.

”Kita harus membatasi perilaku-perilaku yang sekiranya mendiskreditkan perempuan. Kita juga harus mengaca pada diri sendiri, kalau kita ingin lingkungan yang nyaman, maka kita perlu untuk berbuat baik dan nyaman untuk teman-teman, serta orang-orang yang ada di sekitar kita,” imbuhnya.

Menurutnya, ruang yang aman dan nyaman bagi perempuan meliputi pandangan terhadap perempuan, bukan sebab gender dan batasan pada stereotype yang berkembang, lingkungan yang mendukung perempuan mendapatkan hak sepenuhnya, dan tidak merasa terganggu, hingga memungkinkan untuk dapat berkembang tanpa ada ancaman.

”Untuk teman-teman, sebagai manusia kita mempunyai derajat yang sama baik di mata Tuhan maupun manusia. Yang membuat beda adalah, perilaku dan perbuatan kita,” ungkapnya.

Riyan