Ilustrasi

Oleh: Roshif Arwani

JEPARA (SUARABARU.ID)- Jika sebelumnya penulis membahas cara menempuh jalan (suluk) menuju syari’at tareqat dan haqeqat kali ini penulis akan melanjutkan bagaimana perjalanan yang akan dilalui oleh seorang Salik (orang yang berjalan di satu jalan yang dapat menghantarkan wushul pada Allah SWT) dalam lanjutan ngaji kitab Kifayatul Atqiya’.

فشريعة كسفينة وطريقة # 5

كالبحر ثم حقيقة در غلا

Syari’atnya seperti kapal juga Thoriqoh#

Samudra intan Haqiqat jagalah Thoriqoh

Dalam nadzoman tersebut, Syari’at itu diumpamakan seperti kapal, Tareqat seperti lautan, dan Haqiqot seperti mutiara yang mahal harganya. As-Syaikh Zainuddin Al- Malibari RA memberikan perumpamaan kepada seorang Salik, bahwa untuk mempermudah pemahaman dan menancap di dalam hati tentang jalan yang dapat menghantarkan kedekatan hati pada Allah SWT bagaikan orang yang mencari mutiara di dalam lautan yang sangat dalam.

Syari’at digambarkan seperti kapal yang menjadi alat yang mampu berlayar di samudra yang penuh gelombang, Tareqat sebagai lautan luas yang ada mutiaranya, dan Haqiqat sebagai mutiara yang dicari dalam dasar lautan.

Gambaran tersebut mempunyai arti yaitu: barang siapa yang mencari mutiara (Haqiqat) wajib terlebih dahulu mempersiapkan dan memperbaiki kapalnya (Syari’at), karena jika kapal rusak atau kurang baik tentu akan tenggelam kedalam lautan Tareqat sehingga tidak akan dapat menemukan mutiara Haqiqat, tapi justru akan menjadikan orang tersebut tersesat dan menyesatkan.

Sementara itu, Sebagian Ulama’ memberikan gambaran tentang Syari’at, Tareqat dan Haqiqat seperti buah kelapa.  Syari’at diibaratkan seperti kulit kelapa (Jawa: sepet) Tareqat sepeti santan dan haqiqat seperti minyak kelapa. Sedangkan kata ibadah itu ditujukan kepada orang awam (untuk Syari’at), kata  ubudiyah untuk orang Khosh (untuk Tareqat) dan kata Ubudah untuk orang khowashul khowas (untuk Haqiqot).

Imam Syaikhul Islam berkata, Asshobir itu maqom ibadah, Arrodli itu maqom ‘ubudiyah dan Al ‘Arif itu maqom ‘ubudah. Barang siapa yang hanya berpegang pada Fiqh (Syari’at) tanpa berpegang pada ajaran tashawuf (Haqiqot) adalah Fasiq, dan siapa yang berpegang semata-mata ajaran tasawuf tanpa fiqh adalah zindiq , dan barang siapa yang berpegang pada kedua duanya (Fiqh dan Tasawwuf) maka itulah yang Shidiq (benar).

(Penulis adalah Ketua FKPP Jepara dan Ketua JATMAN MWCNU Tahunan)