Para penari mementaskan Jagawana yang berlatar tari Cepetan, tari kahs Kebuumen, di ISI Yogyakarta, Minggu 19/5.(Foto:SB/Cathlin)

YOGYAKARTA (SUARABARU.ID) – Cathlin Calista, seorang gadis berbakat asal Kebumen, mengangkat tema kerusakan lingkungan pada pementasannya di Auditorium Jurusan Tari, ISI Yogyakarta, Minggu (19/5).

Dengan sembilan orang penari di bawah arahannya, pertunjukan tari yang astistika dan atraktik berjudul “Jagawana” itu mengadaptasi Tari Cepetan yang khas Kebumen, berhasil memukau penonton.

Tari Cepetan menggambarkan sosok-sosok makhluk halus namun berhati baik karena penjaga hutan, menjadi simbol keseimbangan alam semesta.

Tari lokal Cepetan yang menjadi kekhasan seni budaya perbukitan utara Kebumen ini diadaptasi oleh Cathlin sebagai koreo dan ia lepaskannya dari bingkai tradisional. Kemudian dikreasi dengan konteks kekinian dengan membawa pesan menjaga keseimbangan ekologis.

Cathlin Calista bersama pendukung dan keluarganya serta Teguh Hindarto, di ISI Yogyakarta, Minggu 19/5.(Foto:SB/Cathlin)

Di bawah bimbingan Drs Raja Alfirafindra MHum dan Dindin Heryadi MSn, Cathlin yang akrab disapa Cece menyajikan pertunjukan epik Tari Cepetan dengan kreativitas luar biasa.

Panggung auditorium disulap menjadi latar hutan yang tak terjamah. Kemudian perlahan mengalami kerusakan akibat ulah manusia.

Kritik Kerusakan Lingkungan Melalui Seni

Semua ini digambarkan melalui gerak dan ekspresi tarian serta teatrikal yang dramatis dan tragis. Penonton diajak sejenak kembali ke alam liar dan memahami bagaimana tindakan manusia dapat mengganggu dan mengancam keseimbangan alam.

“Sejak kecil saya sering diajak pergi ke hutan, gua, dan kekayaan alam lainnya di Kebumen. Hal itu sering menginspirasi dan menjadi napas saya ketika menampilkan karya,”ucap Cathlin, yang sejak sekolah kerap mengukir prestasi dalam berbagai pementasan di luar Kebumen.

Sejarawan dan pengamat sosial budaya Kebumen Teguh Hindarto memuji kreativitas tarian karya Cece. Bahkan Teguh menilai tarian Jagawana tidak hanya mengagumkan dalam penyajian teknis, namun juga memiliki gasan filosofis yang mendalam.

“Pecah! Kesunyian wana wingit bergemuruh oleh riuh tarian tangkas dan indah para penghuni yang menjaga eksotika. Aksi tarian yang epik dan dramatis. Tarian Jagawana ini sungguh menarik dan mengagumkan,”ucap Teguh yang berkesempatan menonton langsung di hari itu.

“Pertunjukan ini layak mendapatkan tempat tersendiri di Kebumen,”tambahnya.

Tarian yang terbuka untuk umum ini juga menampilkan karya dari tiga koreografer lainnya yang mempersembahkan karya terbaik mereka. Sekitar 150 personel turut terlibat dalam pertunjukan seni ini.

Berakhirnya pementasan ini menandai awal bagi para seniman muda untuk lebih mengembangkan kemampuan mereka. Dukungan dari berbagai pihak tentu sangat diharapkan untuk menopang sektor seni ini sebagai media hiburan dan karya seni yang Adi Luhung untuk terus lestari.

Komper Wardopo