Kegiatan seminar penguatan moderasi beragama bagi guru SMA/SMK di Yogyakarta. Foto: Dok/Humas (14/5/2024) 

YOGYAKARTA (SUARABARU.ID) – Ada tiga tantangan dalam moderasi beragama. Pertama, tantangan kemanusiaan, yakni berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), yang mengesampingkan martabat kemanusiaan.

Hal ini disampaikan Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Arskal Salim, dalam kegiatan Seminar Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru SMA dan SMK di D.I. Yogyakarta, di Auditorium Disdikpora D.I. Yogyakarta, Selasa (14/5/2024).

“Kedua, tantangan keagamaan, yakni berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik yang berpotensi memicu konflik,” ucapnya.

Dan ketiga tantangan kebangsaan, yaitu berkembangnya semangat yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. “Penanggulangannya adalah dengan merawat keindonesiaan,” tuturnya.

“Kita perlu mengadakan penguatan moderasi beragama untuk mencegah generasi muda agar terhindar dari paham-paham ekstrem yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai Pancasila. Moderasi beragama dalam mengejawantahkan esensi ajaran agama akan melindungi pemeluk agama. Landasannya adalah prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa,” ungkap Arskal.

Arskal mengatakan bahwa penguatan moderasi beragama tidak hanya dilakukan pada guru di lingkungan Kementerian Pendidikan, tetapi tahun lalu juga telah dilakukan penguatan moderasi bagi guru di lingkungan Kementerian Agama.

“Penguatan moderasi beragama bagi guru sangat penting, karena guru adalah panutan murid di sekolah,” tandas Arskal.