blank

Oleh :Hadi Priyanto

Ada cara yang tergolong unik  dan menarik dalam mempromosikan potensi kopi Jepara dengan  menggelar acara minum kopi gratis bagi 6.300 orang perempuan berkebaya. Tempatnya yang dipilih adalah pantai Tirto Samudra Bandengan yang oleh  R.A. Kartini sering disebut sebagai pantai  Klien Scheveningen.

Tempat ini sering kali dikunjungi oleh RA Kartini dan kedua adiknya saat hari Minggu atau hari libur. Bahkan keputusan penting membatalkan bea siswa ke Belanda diambil oleh RA Kartini setelah berbicara empat mata dengan Mr. Abendanon di pantai ini. Padahal kesempatan RA Kartini untuk sekolah di Belanda telah di dapat atas perjuangan anggota parlemen  Ir H. Van Koll. Termasuk besaran bea siswa yang diperoleh R.A.Kartini.

Oleh sebab itu menurut penulis, promosi potensi kopi dengan cara 6.300 perempuan berkebaya  minum kopi adalah cara yang  baik untuk memperbedsar spektrum promosi.Sebab sering kali perempuan berkebaya dihubungan dengan pewarisan spirit RA.Kartini. Karena itu even ini  perlu mendapatkan apresiasi dari warga masyarakat. Atau setidaknya dilihat dengan lebih  obyektif. Kalau kemudian muncul kontroversi even promosi tersebut dicatatkan dalam  Rekor MURI, itu soal persepsi.

Pentingnya Promosi 

Seperti yang dilakukan  oleh RA Kartini  dalam mengelola Bengkel Ukir yang didirikan, promosi adalah bagian yang sangat penting. Ia lakukan melalui tulisan-tulisannya di berbagai surat  kabar, disampaikan melalui surat, dikirim sebagai sauvenir dan  mengikuti pameran. Ia tidak pernah berhenti memasarkan keindahan senian ukir Jepara, walaupun pesanan    terus berdatangan.

Sementara potensi kopi kita, walaupun potensinya cukup besar, namun minim promosi dalam skala besar. Padahal berdasarkan data  di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Jepara, kopi Jepara saat ini luasnya mencapai 2.608,06 ha dengan total produksi 1286,50 ton.

Areal tersebut terdiri dari kopi robusta seluas 2434,72 ha dengan luas tanaman menghasilkan 1817,74 ha  dan  produksi 1281,51 ton. Sementara kopi jenis Arabica luasnya mencapai 173,34 ha  dengan tanamaan menghasilkan 10,23 ha  dan produksi 4,99 ton. Sedangkan harga per kg kopi rubusta berasan pada bulan April lalu menjacapai Rp. 70,000,-/kg/ wose.

Sedangkan jumlah petani kurang lebih mencapai 7.454 orang  yang tersebar di 13 desa di 7 kecamatan penghasil kopi. Pada desa-desa penghasil kopi telah mulai tumbuh produk kemasan dengan bentuk yang beragam. Ini belum termasuk kopi jenis exelsia yang mulai di kembangkan di Donorojo. 13 Desa tersebut adalah Tempur, Damarwuolan, Kunir, Watuaji, Dudakawu, Sukanding, Bucu, Papasan, Tanjung, Plajan, Sumosari, Bungu dan Desa Bategede.

Ini tentu merupakan potensi ekonomi yang luar biasa jika dikelola dengan sungguh-sungguh, mulai  pengolahan lahan, perawatan hingga pasca panen. Dan tentu saja promosi. Apalagi Jepara berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 472 / Kpts / RC 040 /6/2018 telah ditetapkan menjadi salah satu lokasi kawasan kopi Nasional.

Pasar kopi Jepara  mestinya  terbuka lebar, mulai pasar domestik, regional, nasional hingga internasinal.  Sebut saja pasar domestik, mestinya pemerintah setempat dapat memfasiliatsi agar kopi olahan Jepara bisa mengisi toko-toko modern yang tumbuh menjamur. Bukan hanya itu menjamurnya coffe shop di Jepara hingga angkringan tentu merupakan pasar potensial.  Menjadi tugas pemerintah adalah memperdayakan petani atau UMKM agar mampu mengolah kopi dengan baik dengan kemasan produk yang menarik.

Sementara pasar  lain kini telah terbuka dengan banyaknya kopi Jepara yang membanjiri kota lain seperti Bali. Hanya masih masih dijual dalam bentuk mentah sehingga nilai ekonomis kopi justru  dinikmati oleh daerah lain.

Pemerintah Kabupaten Jepara melalui OPD terkait tentu berkewajiban untuk memberdayakan petani kopi hingga UMKM yang terlibat dalam kegiatan pasca panen. Karena itu promosi 6.300 perempuan berkebaya menyeduh dan minum kopi   tidak boleh berhenti.

Harus diusahakan program-program  yang sungguh-sungguh bermanfaat bagi pengembangan kopi Jepara. Sebab  kopi  memiliki potensi ekonomi besar  dan sejarah panjang. Jika tidak ada tindak lanjut yang bisa dimaknai sebagai sebuah ikhtiar yang sungguh-sungguh dan terencana dengan baik , maka persepsi sebagaian orang even ini sekedar hura-hura, memperoleh pembenaran.

Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID  dan pegiat budaya Jepara