Oleh : Hadi Priyanto
Pelatihan ketrampilan ukir yang diikuti oleh 50 orang guru SD , SMP dan 50 orang siswa di Kabupaten Jepara dapat disebut sebagai sebuah ikhtiar untuk menghidupkan kembali pelestarian seni ukir yang sejak lama mati suri di Bumi Kartini. Utamanya pelestarian melalui lembaga pendidikan formal.
Sebab walaupun Jepara telah membangun tagline baru sebagai pusat ukir dunia, namun sejak lama senyatanya tak ada pelestarian lewat lembaga pendidikan. Padahal Jepara telah memiliki Perda No 1 Tahun 2018 yang salah satu amanat yang tertuang didalamnya adalah muatan lokal ketrampilan seni ukir di semua satuan pendidikan. Namun karena beban kurikulum dan komitmen para pemangku kebijakan, langkah strategis itu tak bisa diimplementasikan.
Bukan hanya itu, SMKN 2 Jepara yang sejak awal pendiriannya tahun 1979
dikenal dengan nama SMIK Negeri Jepara dan menjadi lembaga pendidikan khusus kelompok seni dan budaya, juga tak lagi mampu menjadi pusat kaderisasi perajin seni ukir Jepara. Padahal saat masih bernama STM, sekolah ini memiliki konsentrasi dekorasi ukir dan mampu melahirkan perajin handal.
Pasalnya, dengan perubahan menjadi SMKN 2 Jepara, sekolah ini tidak mampu lagi mempersiapkan tamatan untuk dapat bekerja dan mengembangkan profesinya sebagai perajin ukir yang menjadi kekuatan utama Jepara.
Sebab dari 7 program keahlian dan kompetensi keahlian yang ada di sekolah ini, seni ukir hanya menjadi bagian dari kriya kreatif kayu dan rotan. Muaranya, lulusan sekolah ini tidak memiliki ketrampilan seperti lulusan saat sekolah ini masih bernama STM dan SMIK.
Karena itu pelatihan ketrampilan ukir yang diselenggarakan oleh Disdispora Jepara,
selama 3 hari dari tanggal 2-4 Mei 2024 di SMKN 2 Jepara tak boleh berhenti dan harus diapresiasi sebagai ikhtiar penting. Karena itu harus ada kebijakan yang lebih nyata untuk menjawab persoalan mandegnya pelestarian seni ukir Jepara, utamanya melalui lembaga pendidikan.
Pelatihan ini melibatkan 6 orang instruktur yang kompeten dari guru dan mantan guru seni ukir di sekolah tersebut yaitu
Abdul Rohman, Suyoto
Mulyono, Rustam, Abdul Rouf, dan Achmad Junaidi
Dalam pelatihan ini peserta mendapatkan materi mulai pengenalan alat dan bahan,
penempelan gambar, nglemahi, gataki, sampai proses penghalusan. Untuk tahap awal mereka mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan ukir motif Jepara.
Jika APBD Jepara tidak dapat maksimal membiayai program besar ini, pelibatan sektor swasta bisa menjadi salah satu jawaban dengan manfaatkan dana CSR perusahaan. Bukan hanya perusahaan yang bergerak di industri mebel ukir, tetapi juga perusahaan manufaktur yang tumbuh bagai jamur di Jepara.
Bisa dalam bentuk pelatihan, bantuan alat, bea siswa bagi anak – anak muda yang mau menekuni kriya ukir serta even-even kreatif untuk menumbuhkan kembali kecintaan dan perhatian anak – anak terhadap seni ukir. Langkah penting lain adalah sistem
penerimaan siswa di SMKN 2 Jepara yang mempertimbangkan bakat dan minat. Juga mengembalikan keberadaan kriya kreatif ukir.
Karena itu peta jalan pelestarian seni ukir menjadi sebuah keharusan. Sebab sebuah ikhtiar yang tidak terencana dengan baik, bisa membuat kita tersesat.
Penulis adalah pegiat budaya dan wartawan Suarabaru.id