blank
Lopis raksasa, tradisi Syawalan di Pekalongan. Foto: Dok/NU Online

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kamu tentu sudah mengetahui tradisi Syawalan, yang dilakukan setiap hari ketujuh di bulan Syawal. Tradisi unik tersebut masih dilakukan hingga sekarang oleh warga Pekalongan.

Salah satunya adalah tradisi merayakan Syawalan dengan lopis raksasa yang dilakukan di daerah Krapyak, Pekalongan. Sebenarnya, dari manakah tradisi ini berasal?

Dikutip dari akun Twitter @kotabatik, dalam sejarahnya, orang yang pertama kali mempelopori Syawalan adalah KH Abdullah Sirodj, ulama Krapyak yang masih keturunan Tumenggung Bahurekso (Senopati Mataram).

Awalnya KH Abdullah Sirodj rutin melaksanakan puasa Syawal, yang kemudian diikuti masyarakat sekitar Krapyak dan Pekalongan. Sehingga meski hari raya, mereka tidak bersilaturahmi demi menghormati yang masih melanjutkan ibadah puasa Syawal.

Dalam ceritanya, usai shalat Ied, suasananya masih seperti Ramadan. Baru pada hari ke-8 Syawal, suasana lebaran benar-benar terasa. Yang menjadi khas dalam tradisi syawalan di Krapyak Pekalongan adalah disajikannya makanan berupa lopis. KH Abdullah Sirodj memilih lopis sebagai simbol Syawalan di Pekalongan karena terbuat dari beras ketan yang memiliki daya rekat yang kuat, yang menyimbolkan persatuan.

Alkisah, Presiden Soekarno datang dalam rapat akbar di lapangan Kebon Rodjo Pekalongan (sekarang Monumen) tahun 1950, beliau berpesan agar rakyat Pekalongan bersatu seperti lopis, sehingga warga Krapyak setiap Syawalan selalu memotong lopis.

Meski konon tradisi Syawalan sudah ada sejak tahun 1885, tradisi ini mulai dilakukan secara besar-besaran pada tahun 1950. Dengan memotong lopis berukuran besar oleh kepala daerah setempat.

Adapun proses memasak lopis raksasa butuh waktu 4 – 5 hari, dengan menggunakan dandang berukuran besar. Untuk memindahkannya, harus memakai katrol. Kemudian lopis raksasa tersebut dibagi-bagikan kepada siapa saja yang hadir.

Selain lopis raksasa, hal unik lain yang dilakukan warga Krapyak hingga kawasan Slamaran Pekalongan, mereka memberikan makanan ataupun minuman secara gratis bagi siapa saja yang bertamu ke rumah pada hari ketujuh Syawal.

Warga Pekalongan di beberapa kawasan lain juga merayakan Syawalan dengan menerbangkan balon udara. Tradisi balon udara ini konon merupakan tradisi keturunan orang Indo Eropa zaman dahulu yang bermukim di Pekalongan.

Ning S