blank
Kebernilaian dalam belajar tatkala siswa mengajak gurunya menyampaikan surat kepada Pemdes Pakahan terkait apa yang mereka lihat, rasakan, dan pikirkan (Critical Thingking)

KLATEN (SUARABARU.ID ) – Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan atau lebih yang dikenal sebagai Kurikulum pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 7 SMP Muhammadiyah 8 Wedi yang diampu Ariyanto, dengan judul Bab Surat Pribadi dan Surat Resmi/Dinas, ia mengajak siswa berkunjung ke Bale Ramadan yaitu sebuah kafe milik BumDesa Pakahan yang berada di tepi jalan raya Klaten-Wedi.

Di situ, seluruh siswa menerapkan konsep pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dengan kerangka : Apa yang dilihat, apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan, dan apa yang dilakukan. Di Bale Ramadan milik BumDesa Pakahan, siswa belajar di sebuah gazebo dan mereka mencoba mengamati fenomena yang ada dan terjadi di tempat itu.

Ada yang melihat tumbuhan kangkong dan rumput liar kian lebat, ada yang melihat banyak serangga mengganggu, ada yang melihat tembok yang kurang enak dipandang, ada yang melihat beragam ukuran gazebo, ada yang melihat lampu dan bendera yang kurang semarak, dan masih banyak lagi.

blank
Pemdes Pakahan menerima surat dari siswa kelas 7

Dari situ anak ke tahapan selanjutnya sehingga pada akhirnya di kerangka terakhir (apa yang dilakukan ?), maka secara kontekstual yang berkaitan dengan materi yang sedang dibahas (Surat Pribadi dan Surat Dinas/Resmi), seluruh siswa kemudian bermaksud melayangkan sura atas apa yang sudah mereka lihat, rasakan, dan pikirkan tadi untuk kemudian disampaikan ke Pemerintah Desa Pakahan dan berharap mendapat respon atau balasan.

Tibalah saatnya, Jum’at  5 April 2024 siswa kelas 7 dengan didampingi guru mata Pelajaran Bahasa Indonesia menuju Balai Desa Pakahan untuk menyampaikan surat. Markum Kepala Desa Pakahan menyambut baik kunjungan ini karena guru Bahasa Indonesia memang sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa jauh-jauh hari.

“Kami selaku Pemerintah Desa Pakahan sangat senang dapat membantu anak-anak belajar. Saya pribadi mengucapkan terima kasih atas kesediaan Pak Ari sebagai guru Bahasa Indonesia yang telah jauh-jauh hari berkoordinasi dengan kami sehingga kami dapat mempersiapka segala sesuatunya dengan baik.”ungkapnya.

Di aula Balai Desa Pakahan telah tertata dengan baik meja dan kursi untuk kegiatan tersebut. Ari membuka acara itu dengan mengutarakan maksud dan tujuan anak-anak berkunjung di Balai Desa Pakahan. Setelahnya, Markum memulai sambutannya dan merasa sangat senang bisa membantu anak-anak belajar dilanjutkan pembacaan surat oleh masing-masing anak kelas 7 yang dimulai dari Nathania, Alif, Zahra, Handoko, Yana, Raihan, Febri, dan Fadli.

Setelah surat dibacakan, masing-masing siswa memasukkan surat tersebut ke amplop masing-masing kemudian diserahkan kepada Pemerintah Desa Pakahan dan berharap untuk dibalas. Lebih lanjut Ari mengungkapkan bahwa tidak seluruh siswa membuat surat.

Hal ini terjadi karena sesuai asesmen diagnostik di awal tahun ajaran baru memang terdapat anak yang tidak suka berliterasi, namun bukan berarti anak ini tidak mendapatkan nilai. “Ingat anak-anak, kalian jangan berharap mendapat nilai saat belajar Bahasa Indonesia Bersama Pak Ari. Akan tetapi, dari belajar Bahasa Indonesia berharaplah kalian menjadi bernilai.”tegas Ari.

“Ya, melalui surat siswa berlatih untuk berpikir kritis terkait fenomena apa yang mereka lihat saat berkunjung ke Bale Ramadan Café milik BumDesa Pakahan.”terang Ari.

Sedangkan di pertemuan sebelumnya di Bale Ramadan, siswa belajar Problem Based Learning dengan empat kerangka berpikir. Dengan demikian, siswa dapat menerapkan ini dalam kehidupannya di masa mendatang. Nilai-nilai inilah yang seharusnya siap digunakan siswa menghadapi masa depannya. Bukan nilai dari hasil belajar itu mutlak didapatkan siswa karena nilai dari hasil belajar hanyalah angka-angka yang belum tentu berguna bagi mereka di masa mendatang.

Ini   terbukti sudah berapa banyak siswa-siswa dengan prestasi Bahasa Indonesia tinggi namun banyak pula dari mereka yang gagal menghadapi dunia yang sesungguhnya. Namun, jika sejak sekolah siswa sudah dididik bagaimana menjadi bernilai tentu inilah nantinya sangat berguna ia rasakan di Masyarakat kelak.” pungkasnya.

Hadepe – Arsapa