blank
Ilustrasi masyarakat Jawa (Foto: Kontenpedia).

JEPARA (SUARABARU.ID)- Masuknya Islam ke tanah Jawa yang diyakini terjadi pada abad ke-11 Masehi oleh para pedagang Timur tengah, berkembang dengan sangat pesat, bahkan mengakar kuat hingga saat ini.

Sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia, Indonesia yang terdiri dari beberapa suku dan pulau mampu menjaga kerukunan umat beragama dengan slogan “Bhineka Tunggal Ika”.

Di tanah Jawa, Islam masuk  salah satunya melalui unsur seni dan budaya. Strategi dakwah Walisongo terbukti berhasil, dengan bukti banyaknya masyarakat Jawa yang mulai memeluk agama Islam. Padahal  pada saat itu agama yang dianut di Jawa adalah Hindu-Budha.

Ada hal menarik di tengah-tengah masyarakat, kosakata dalam bahasa Jawa banyak yang dipengaruhi oleh bahasa Arab. Berikut beberapa kata serapan dari bahasa Arab yang kemudian diucapkan oleh masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

1. Gapura

Gapura pada waktu itu adalah sebuah bangunan sebagai pintu masuk menuju masjid. Gapura berasal dari bahasa Aarab Ghafura yang berarti Pengampunan. Zaman dulu sebelum masuk masjid ada sebuah kolam sebagai tempat bersuci.

2. Sekaten

Sekaten adalah sebuah perayaan Maulid atau kelahiran Nabi Muhammad SAW yang digelar oleh Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Sekaten berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimah syahadat yang berbunyi Laa ila ha illallah Muhammadurrasulullah.

3. Kalimasada

Pusaka Kalimasada dikenal sebagai ‘pusaka’ yang sangat sakti. Konon istilah Pusaka Kalimasada dikenalkan pertama kali oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Kalimasada berasal dari kata ‘kalimat syahadat’. Sebagai syarat masuk Islam.

4. Ngapunten

Ungkapan minta maaf, “ngapunten”, itupun dari Bahasa Arab “’afwun/’afwan”. Hanya karena ada intensi penghalusan, maka ditambahlah akhiran “nten”, dan hanya karena ada gambaran “perbuatan meminta”, maka ditambah pula awalan “nga”. (Buletin Jum’at Masjid Jendral Sudirman, Jum’at 7 Agustus 2015).

5. Ki Ageng/ Ki Gede

Dalam masyarakat Jawa seseorang yang mempunyai ‘keramat’ atau tokoh masyarakat yang disepuhkan biasa dipanggil dengan sebutan Ki Ageng/Ki Gede. Ada Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Giring dst. Hal ini sama dalam istillah Arab ‘As-Syaikh al-Akbar’.

6. Ketan/Kolak/Apem

Ketan dari kata khothoan, yang artinya kesalahan. Kolak dari kata qola/qowlan yang berarti berkata/perkataan. Apem dari kata’afwun, yang berarti permohonan maaf. Ketika dihidangkan atau disaling-tukarkan, ketan, kolak, apem sebenarnya sedang ditunjuk untuk menjadi juru bicara permohonan maaf atas kekhilafan dan kesalahan masing-masing pihak. Dikutip dari Buletin Jumat Masjid Jendral Sudirman.

ua

blank