blank
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum DR. Mayadina Rohmi Musfiroh, SHI, MA

JEPARA (SUARABARU.ID) – Lembaga  Pendidikan Kajian dan Bantuan Hukum (LPKBH) Universitas Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara mengeluarkan siaran Pers Jumat (29/3-2024) terkait dengan proses peradilan terhadap  Daniel Frits Maurits Tangilisan, aktivis lingkungan Karimunjawa  di Pengadilan Negeri Jepara. Siaran Pers ditandatangani oleh Dekan Fakultas Syariah dan Hukum DR. Mayadina Rohmi Musfiroh, SHI, MA dan Ketua Ketua LPKBH Unisnu Jepara DR. Wahidullah, SHI. MH

Dalam siaran pers tersebut dijelaskan, proses peradilan terhadap  Daniel Frits Maurits Tangilisan, aktivis lingkungan Karimunjawa  di Pengadilan Negeri Jepara menyita perhatian public.  Yang bersangkutan  didakwa dengan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sejumlah komponen masyarakat sipil di Indonesia menilai pasal yang dituduhkan kepada Daniel merupakan bentuk kriminalisasi atas perjuangan lingkungan hidup yang dilakukan terdakwa. Sementara sejumlah orang memandang apa yang dilakukan Daniel merupakan pelecehan terhadap masyarakat Karimujawa. Terhadap silih pendapat ini, Lembaga  Pendidikan Kajian dan Bantuan Hukum (LPKBH) Universitas Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara melakukan  kajian hukum kritis untuk melihat kontruksi hukum dan kontek unggahan Daniel di media sosialnya, sebagai berikut.

Pertama, Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”. Menggunakan kontruksi pasal ini dapat dipahami bahwa pernyataan seorang warga biasa yang menyatakan pendapatnya atas tindakan yang merugikan lingkungannya bukanlah termasuk dalam unsur SARA. Dalam susunan kalimat; “Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambal dimakan petambak. Intine sih Masyarakat otak udang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan.”

Kalimat yang diunggah Daniel ini sama sekali tidak menyinggung secara spesifik tertuju pada orang/kelompok tertentu, namun hanya pernyataan pendapat seorang warga negara yang menyatakan keresahannya atas suatu tindakan yang telah merugikan lingkungannya.

Kedua, dalam dakwaan Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Dalam kontruksi pasal ini seharusnya oleh penuntut umum tidak dapat menjerat terdakwa dikarenakan sudah diklarifikasi oleh Terdakwa sendiri melalui jawaban terdakwa dalam fakta mediasi dengan pelapor yang dihadiri oleh penyidik, pengacara pelapor, pengacara Daniel, dan NR sebagai saksi. Pada tanggal 25 Mei 2023 dengan kalimat ‘Saya tidak memaksudkan masyarakat Karimunjawa dan Kemujan, bukan itu intensi saya. Tapi jika itu menyinggung perasaan pribadi saya minta maaf’,” sebagaimana disampaikan oleh para saksi dalam persidangan, bahwa intensi sudara Daniel dengan kalimatnya itu tertuju kepada keadaan kerusakan lingkungan hidup akibat tambak intensif, seperti setiap detik ada air limbah yg mengalir ke perairan pantai, ekosistem pesisir rusak dan berakibat pada berkurangnya hasil laut sebagai mata pencaharian mayoritas warga, muncul lumut-lumut yang tidak biasa, bau, dan bikin gatal, tidak ada ikan yang mau hidup di dekatnya, petani kesulitan membudidayakan rumput laut yang mudah mati sejak adanya limbah itu. Fakta kerusakan lingkungan itu membuat sejumlah saksi bertanya; “Bagi kami warga Karimunjawa, komentar Daniel itu bentuk kritik karena perusakan. Saya bingung, pidananya itu apa?” ucap saksi Y, seorang warga Desa Kemujan.

Ketiga, Andri Wibisana, Guru Besar Hukum Lingkungan UI yang hadir sebagai ahli, menerangkan bahwa kasus seperti ini memiliki latar belakang kepentingan publik. Hal tersebut seharusnya sudah diidentifikasi sejak awal sehingga kasus tidak sampai diperkarakan di pengadilan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Selama proses hukum Daniel, seolah-olah terjadi benturan antara norma hukum ITE dan norma hukum lingkungan.

Sesuai Perma, dalam situasi ini seharusnya para penegak hukum menggunakan asas in dubio pro natura yang memprioritaskan hukum lingkungan sebagai kepentingan publik. “Pedoman itu menjadi penting supaya dapat diidentifikasikan sejak awal. Seharusnya jaksa sudah menghentikan kasus seperti ini di Kejaksaan. Kalaupun ke pengadilan, hakim memutuskan sedini mungkin lewat putusan sela. Idealnya begitu, kalau pedoman jaksa agungnya dijalankan,” terang Andri.

Keempat, Bahwa menyampaikan pendapat di muka umum merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang keberadaannya dijamin oleh UUD 1945 dan instrument HAM internasional lainnya. Praktik-praktik penegakan hak ini menunjukkan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum tidak dapat dibatasi kecuali melalui batasanbatasan yang sah. Bahwa dengan memerhatikan hak tersebut, menyampaikan pendapat di muka umum yang sah tidak dapat dipidana, melainkan harus dilindungi oleh negara.

Kelima, Sisi lain Jaksa dan Majelis Hakim tidak hanya sematan melihat masalah ini dari sisi tekstual melainkan penting melihat rekam jejak saudara Daniel sebagai seorang aktivis lingkungan hidup harus menjadi pertimbangan kuat bagi Majelis Hakim. Apalagi status Karimunjawa yang dipersoalkan dalam kasus ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Biosfer oleh UNESCO pada tahun 2017. Sehingga sangat wajar apabila seorang aktivis lingkungan menyampaikan pendapatnya terhadap adanya tindakan yang merusak lingkungan terlebih didaerahnya sendiri.

Sebagai pihak yang berkepentingan terhadap upaya pembaruan hukum, khususnya pembaruan peradilan pidana dan penghormatan Hak Asasi Manusia, Kami (Lembaga Pendidikan Kajian dan Bantuan Hukum Fakultas Syariah dn Hukum UNISNU) berharap Majelis Hakim dapat menghadirkan keadilan bagi Terdakwa. Untuk itu kami mohon  Majelis Hakim dalam memutus untuk:

Pertama, Menyatakan dakwaan terhadap Saudara Daniel Frits Maurits Tangkilisan, M.A. Bin Harry Luntungan Tangkilisan dibatalkan; atau

Kedua, Memutus bebas kepada Saudara Daniel Frits Maurits Tangkilisan, M.A. Bin Harry Luntungan Tangkilisan karena tidak terbukti melakukan perbuatan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh pentutut umum.

“Ini merupakan  bacaan hukum dan sikap kami untuk dijadikan pertimbangan Majlis Hakim yang terhormat dalam memutus kasus saudara Daniel yang direncanakan tanggal 4 April 2024,” ujar Dekan Fakultas Syariah dan Hukum DR. Mayadina Rohmi Musfiroh, SHI, MA

Hadepe