blank
Daniel Friets Maurits Tangkilisan.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Kasus yang menjerat Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan hidup  Karimunjawa yang diadili karena UU ITE mampu menyedot perhatian publik hingga Komnas HAM dan Komisi Yudisial merasa perlu mengawasi persidangan ini.

Kasus yang dialami Daniel  ini juga  viral di media sosial. Video Daniel yang berbicara dari balik jeruji sel tahanan telah ditonton oleh 12,3 juta orang baik di instagram Lambe Turah maupun di IG Greenpeace Indonesia. Juga di Tik-Tok yang telah ditonton 2,3 juta orang. Puluhan  lembaga masyarakat sipil terkemuka di Indonesia telah pula mengirimkan Amicus Curiae ke Pengadilan Negeri Jepara untuk memberikan pertimbangan hukum atas kasus tersebut

Amicua yang sudah masuk ke Pengadilan Negeri Jepara diantaranya dari Haris Azhar Law Office, Anisa Wahid, Safenet, ICJR, Auriga, Mappi FH UI, LKBH Unismu, LSJ UGM, Forum Mahasiswa Hukum Peduli Keadilan Universitas Brawijaya  dan Komnas HAM

Direktur Direktorat Penegakan Hukum Auriga, Roni Saputra kepada waretawan menjelaskan,Auriga Nusantara   telah mengirimkan Amicus Curiae sebagai pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung ke Pengadilan Negeri Jepara, Jawa Tengah. Amicus Curiae itu dikirimkan  dalam perkara nomor 14/Pid.Sus/2024/PN Jpa atas kasus Daniel Friets Maurits Tangkilisan.

Sebelumnya, aktivis lingkungan Daniel Frits Maurits Tangkilisan dituntut 10 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Undang-Undang ITE. Daniel didenda sebesar Rp 5 juta subsider 1 bulan kurungan. Tindakan Daniel dinyatakan telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016. Pasal itu mengatur tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tuntutan itu berawal dari laporan warga atas delik ujaran kebencian. Daniel Tangkilisan saat itu menyuarakan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tambak udang ilegal di Karimunjawa lewat akun Facebook pribadinya 12 November 2022, lalu.

Roni mengatakan, majelis hakim harusnya melihat konstruksi kasus Daniel secara menyeluruh, tidak hanya soal postingan saja. “Postingan Daniel tidak dapat dipisahkan dengan serangkaian advokasi pembelaan lingkungan untuk menyelamatkan Karimunjawa dari pencemaran lingkungan akibat tambak udang,” ujarnya. Juga tak berijin dan berada dalam kawasan yang dilindungi,” tambahnya

Merujuk aturan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK.28/IV-SET/2012 tentang Zonasi Taman Nasional Karimunjawa, lalu Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Jepara 2023-2024, secara tegas ada larangan kegiatan tambak udang di Pulau Karimun Jawa.

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 57 menegaskan bahwa kawasan konservasi sumber daya alam harus dilindungi. Begitu pula dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada pembukaan sampai pada pasal 28 tentang konservasi. Aturan tersebut menekankan pada perlindungan.

Roni menilai, penggunaan UU ITE untuk menjerat Daniel sangat kental dengan upaya kriminalisasi-SLAPP, karena postingannya lebih pada bentuk penyampaian pendapat dan pernyataan tidak setuju atas suatu kejadian. “Penyampaian pendapat jelas merupakan hak konstitusional. Selain itu tuduhan Pasal 28 UU ITE juga tidak terpenuhi, karena harus ada ajakan untuk melakukan gerakan atau hasutan untuk membenci atau memusuhi kelompok tertentu,” ungkap Roni.

Pada perkara a quo yang diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara dengan Terdakwa Daniel Frits Maurits Tangkilisan, dapat disimpulkan:

Bahwa Perkara a quo tidak bisa dipisahkan dengan status terdakwa sebagai pejuang lingkungan hidup yang baik dan sehat, sehingga proses hukum ini dapat disebut sebagai tindakan SLAPP, untuk itu Daniel seharusnya dibebaskan.

Bahwa berdasarkan asas transitoir maka seharusnya yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, dan tidak satu pun dari pasal dalam UU tersebut dapat ditujukan kepada perbuatan Daniel, baik delik menyebarkan kebencian maupun delik menyerang dan/atau pencemaran nama baik.

Menurut Roni Majelis Hakim haruslah berpedoman dan mempertimbangkan Perma Nomor 1 Tahun 2023 dalam memeriksa, memutus dan mengadili perkara atas nama Daniel, karena perbuatan daniel tidak bisa dipisahkan dari serangkaian upaya untuk melakukan pembelaan terhadap lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.

“Karena itu Majelis Hakim perlu mempertimbangkan proporsionalitas antara perbuatan yang dilaporkan dengan perjuangan Terdakwa dalam kepentingan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” pungkasnya

Hadepe