blank

Oleh : Sindi Novitasari

Sosrokartono merupakan anak keempat dari Bupati Jepara R.M. Ario Sosroningrat yang lahir pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 di Mayong. Ia merupakan kakak kandung dari R.A. Kartini dan sekaligus pemberi inspirasi kepada Kartini untuk terus berjuang mereebut haknya sebagai perempuan yang merdeka.

Sosrokartono mulai menempuh pendidikan di Belanda pada usianya yang ke 20 tahun dan menjadi mahasisiwa bangsa Jawa pertama yang meneruskan pendidikan di Belanda. Sosrokartono mendaftarkan diri pada jurusan teknik sipil bernama Techinische Hogeschool di kota Delft, Belanda.

Namun setelah menempuh pendidikannya selama 2 tahun Sosrokartono ternyata lebih tertarik dengan ilmu filsafat dan kesusastraan Timur. Maka pada tahun 1899 ia memilih melanjutkan pendidikannya di Universiteit Leiden dan kuliah di Faculteit der En Wijsbegeerte atau Fakultas Bahassa-bahasa Timur.

Sosrokartono lulus dari Universitas Leiden pada 8 Maret 1908 dengan predikat terbaik, dan menjadi mahasiswa pertama bangsa Jawa yang lulus di Belanda dengan pujian karena nilai nilai akademiknya sangat baik. Sosrokartono mendapatkan gelar Doctorandus in de Oesterche Tan dengan predikat summa cumlaude.

Ia bersama para mahasiswa di Belanda pada tanggal 15 November 1908 tepat 179 hari sesudah berdirinya Budi Utomo mendirikan Indische Vereenigning. Organisasi para mahasiswa ini dilatar belakangi oleh kebutuhan akan wadah kebersaaam dan tolong menolong antar pelajar Indonesia di Belanda. Sebagai kelompok pemuda yang terdidik dan memiliki pemikiran yang kritis mereka sadar bahwa terah terjadi ketidak adilan di tanah kelahirannya.

Kemudian mereka berfikir bagaimana cara melepaskan belenggu yang sangat kuat yang mencengkram bangsanya selama berabad-abad. Saat itu Indische Vereenigning mengirimkan buku berisi sumbang sih pemikiran mereka kepada Boedi Oetomo di Batavia, dalam buku tersebut nama Sosrokartono ditulis sebagai tim redaksi penyusun buku.

Selepas menyelesaikan pendidikannya Sosrokartono bekerja di beberapa kantor particulier atau swasta dan kemudian ia memilih menjadi wartawan perang. Ia menjadi satu-satunya pelamar yang diterima. Sejak 1917 ia menjadi wartawan perang dunia. Sebagai wartawan perang, Sosrokartono terkenal karaena kecakapannya, keberanian dan ketenangannya di dalam melakukan kegiatan jurnalistik di medan perang.

Dalam The New York Herland dimana Sosrokartono sebagai salah satu korespondennya, ia berhasil menyiarkan dan memuat hasil perundingan yang teramat rahasia yaitu menyerahnya Jerman kepada Perancis. Padahal pertemuan tersebut tidak boleh siarankan oleh pers tanpa persetujuan resmi. Itulah salah satu bukti prestasi Sosrokartono dalam dunia kewartawanan yang memiliki kelebihan dalam mencari berita dibanding wartawan lain. Ketika menjadi wartawan Sosrokartono mendapatkan gaji sebesar 1,250 US dollar kala itu.

Kemudian pada tahun 1918 Sosrokartono menjadi juru bahasa tunggal blok sekutu Ia satu-satunya pelamar yang terpilih karena mahir bahasa Rusia serta menguasai berbagai bahasa Eropa lainnya. Namun pada 1919 ia mengundurkan diri sebab yang dikerjakan tidak sesuai dengan panggilan jiwa dan nuraninya.

Karirnya semakin melambung sejak Sosrokartono terpilih menjadi Atase pada kedutaan Besar Perancis di ibukota kerajaan Belanda di Den Haag pada tahun 1919. Namun lagi-lagi Sosrokartono tidak merasakan kedamaian karena pekerjaan yang dia lakukan bukan untuk kepentingan bangsanya tapi justri untuk kepentingan bangsa lain.

Pada tahun 1920 Sosrokartono tampil lagi dalam percaturan politik internasional. Ia menjadi penerjemah di Liga Bangsa-Bangsa, Namun pada akhirnya Sosrokartono meninggalkan pekerjaannya sebagai pernerjemah di Volken Bond di Ganewa karena merasa dunia politik itu semu dan kotor. Ia mulai bimbang dalam menempuh karir di negeri orang.

Pada tahun 1921 Sosrokartono mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Sorbonne di Paris, ia mengambil jurusan Psycbonetric dan psycboteknik, namun ketika mendaftar ia hanya diterima sebagai pendengar karena fakultas tersebut hanya disediakan khusus untuk orang yang memiliki ijazah dokter, sedangkan Sosrokartono adalah ahli bahasa. Oleh karena itu Sosrokartono tidak akan mendapatkan ijazah. Namun ia bisa mengikuti semua pelajaran yang diberikan.

Pengalaman hidup dan berkarir Sosroksrtono di negeri Belanda membuatnya sadar bahwa kenikmatan duniawi tidak akan memberikan apa-apa. Sosrokartono mulai bimbang antara harus memilih dunia material atau dunia spiritual. Akhirnya Sosrokartono mengambil keputusan untuk kembali ke tanah air dan belajar dunia spiritual. Keputusan ini di ambil saat ia beradadi Wina.

Memang, setelah menempuh karir selama 28 tahun diluar negeri, Sosrokarrtono tidak merasa puas, jiwanya gersang dan sering kali merasa tidak ada kedamaian dalam jiwanya. Pada tahun 1925 Sosrokartono meninggalkan Belanda dan semua kekayaan yang ia miliki.

Saat di tanah air, Sosrokartono menjadi guru di Taman Siswa yang didirikan Ki Hajar Dewantara di Bandung dan aktif dalam pergerakan. Ia bahkan menjadi mentor para pemuda yang gigih memperjuangkan kemerdekaan bangsanya Ia sangat dekat dengan Ir. Soekarno yang kelak menyebutnya sebagai Putra Indonesia yang Besar.

Disarikan dari buku Raden Mas Panji Drs Sosrokartono Biografi dan Ajaran-Ajarannya karya Drs Hadi Priyanto, MM

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo, Madura