blank
Kapolresta Magelang Kombes Mustofa menunjukkan clurit panjang milik pelajar yang tawuran, pada jumpa pers hari ini (Rabu 28/2/24). Foto: eko

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Kapolresta Magelang Kombes Mustofa menyatakan setuju seperti yang dilakukan di Jakarta, pelajar yang tawuran dicabut kartu KIS-nya. Atau yang terlibat tawuran membawa senjata tajam tidak boleh sekolah di Magelang. Dengan harapan biar jera.

Kapolresta mengatakan hal itu dalam jumpa pers kasus tawuran pelajar, hari ini (Rabu, 28/2/24). Jumpa pers hari ini dihadiri Kabid Pembinaan SMP Disdikbud, Zamzin dan beberapa kepala sekolah.

“Saya akan usul kepada Bupati, kalau ada pelajar yang tawuran, tidak diberi ruang untuk bersekolah di Magelang,” tandasnya.

Dia bersikap tegas seperti itu karena di wilayah Magelang sudah sering terjadi tawuran pelajar. Belum lama ini ada dua pelajar yang meninggal akibat tawuran dengan senjata tajam. Ada juga seorang pelajar yang luka parah akibat terkena sabetan clurit.

Untuk Melukai

Kapolresta geram melihat peralatan yang dibawa pelajar yang hendak tawuran. Karena sudah dipersiapkan untuk melukai atau membunuh orang. Selain clurit, ada gir roda sepeda motor yang dipasang tangkai pipa panjang.

“Maka dalam jumpa pers hari ini saya sengaja mengundang kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan. Dengan harapan bisa
mengakhiri berbagai peristiwa tawuran pelajar. Kami dari jajaran Polresta Magelang ingin serius menghentikan berbagai macam peristiwa tawuran. Paling utama akan membuat penegakan hukum agar ada efek jera,” tegasnya.

Dikatakan juga, setiap kali mendapati ada pelajar yang melakukan tawuran dan membawa senjata tajam, akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Risikonya kalau sudah diproses hukum dan tidak boleh mengikuti sekolah, itu di luar tanggung jawab kepolisian. Karena sudah sering terjadi tawuran. “Selama ini kami sudah berupaya, baik menjadi pembina sekolah, membuat imbauan melalui media sosial juga sudah dilakukan tentang larangan tawuran, larangan membawa senjata tajam,” katanya.

Maka, lanjutnya, hari ini melibatkan stakeholder yang ada. Dengan harapan pengawasan kepada anak sekolah menjadi tanggung jawab bersama.

Orang Tua

Kalau masih ada kejadian seperti itu lagi akan mengundang orang tua. Lantaran terjadinya tawuran pada malam hari. Anak yang seharusnya berada di rumah, namun masih berkeliaran di luar rumah. Berarti merupakan pertanggungjawaban orang tua.

“Orang tua yang punya anak usia SLTP dan SLTA, kalau sudah malam belum pulang silahkan dicari. Kami ingin menyelamatkan generasi muda Magelang. Agar tidak menjadi korban atau pelaku,” tuturnya.

Adapun kasus yang dipaparkan hari ini, terjadi pada 18 Februari 2024 sekitar pukul 02.00 dan 25 Februari 2024 pukul 01.00. Kejadian yang pertama di Jalan Sraten-Sawitan tepatnya di Dusun Gentan, Desa Pasuruhan, Kecamatan Mertoyudan. Kasus kedua di Jalan Soekarno-Hatta tepatnya di dekat kantor KPU Kabupaten Magelang, Dusun Banar, Desa Deyangan, Mertoyudan.

Tersangkanya Fr (15) pelajar sebuah SMP terbuka, DSF (15) kelas IX sebuah SMP, DWA (16) pelajar kelas VII SMP, NFP (16), TR (16) pelajar MTs di Kota Magelang.

Awalnya polisi mendapat informasi akan terjadi tawuran di Jalan Sraten. Kemudian melakukan pengejaran dan pencegatan, berhasil mengamankan tiga remaja yang bertikai. Dua dari tiga anak itu membawa senjata tajam. Kemudian polisi juga menangani tawuran yang tanggal 25 Februari.

Kabid Pembinaan SMP Zamzin, dalam jumpa pers tersebut mengatakan bahwa Dinas Pendidikan sudah mengambil beberapa langkah agar pelajar terkontrol. Misalnya, absen dilakukan sehari tiga kali. Absen pagi di sekolah, absen sore wali kelasnya mengecek sudah sampai rumah apa belum. Absen ketiga sekitar pukul 21.00 untuk mengecek anak sudah berada di rumah apa belum.

Sekolah juga telah melakukan komunikasi dengan paguyuban komite sekolah. Selain itu
secara terstruktur ada program pengembangan profil pelajar Pancasila untuk mengembangkan bakat anak. “Sekolah, masyarakat, dan pemerintah bisa bersinergi,” katanya.

Eko Priyono