blank
Muhibbudin Koto, Wakil Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia

JEPARA (SUARABARU.ID) – Banyaknya link berita soal tambak udang Karimunjawa dengan narasumber Budhy Fentigo, yang ditulis sebagai mantan dosen Universitas Riau termasuk yang diterima SUARABARU.ID dari petambak udang Sutrisno menarik untuk ditelusuri. Sebab pernyataan DR Djoko T Purnomo, SH,MH yang dikomentari oleh Budhy Fentigo diduga adalah pemberitaan di SUARABARU.ID. Karena itu wartawan SUARABARU.ID meminta nomor telepon Budhy Fentigo kepada Sutrisno.

Setelah terhubungan dengan Budhy Fentigo melalui sambungan pesan WhatsApp, SUARABARU.ID menanyakan, benarkah seluruhnya pernyataan yang tertulis di media yang linknya saya kirimkan adalah pernyataan pak Budhy Fentigo atau opini wartawan?. Ia pun menjawab singkat, banyak bumbunya dari wartawan.

Ia lantas menyebut identitasnya, sebagai Muhibbudin Koto, Wakil Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia. Menurutnya kerusakan lingkungan tersebut harus dibuktikan secara akademis. Saya sudah turun 4 hari ke lokasi, mengunjungi semua tambak. “Apa yang disampaikan pak Djoko tersebut tidak saya temukan,” ujarnya.

Ia turun dengan mengajak dua orang ahli yaitu DR. Ir. Andi Tamzil, MS dan Ir . Coco Kokarkin, MSc untuk memeriksa kualitas air. “Tidak ditemukan kadar air melebihi baku mutu tersebut. Sampel juga diperiksa oleh Mabes Polri dan BBAP Jepara,” ujarnya. Data dan dokumen uji lingkungan lengkap ada pada saya, tambahnya.

“Apa yang disampaikan pak Djoko tersebut tidak saya temukan. Aneh saja apa yang disampaikan pak Djoko. Ada kesan dia berdasarkan laporan pegiat lingkungan. Pak Djoko itu dulu kerja di KKP. Budidaya tambak udang itu termasuk program utama Kemenkomarves dan KKP. Mestinya pak Djoko mendukung. Ikutlah mendamaikan masyarakat Kariunjawa. Petambak adalah masyarakat dan pelaku pariwisata juga masyarakat. Bisa hidup berdampingan. Kita orang luar ini jadilah penengah yang bijak,” ujarnya

Ia mengajak semuanya fihak bicara pakai data dan hasil kajian, fakta, informasi masyarakat dan dianalisa dengan baik. “Jangan hanya berdasarkan laporan dan membuat opini analisa sendiri. Begitu sikap seorang intelektual. Jika tidak pakai data tersebut jatuhnya fitnah dan provokasi,” pungkasnya

Hadepe