Oleh: Amir Machmud NS
// inikah jalan takdir/ dengan cara apa pun dia hadir?/ dengan berliku ketegangan menuju cahaya/ dengan cahaya dia pun ada//
(Sajak “Jalan Garuda”, 2024)
BILA jodoh takkan ke mana. Bila takdir, siapa mampu mengelakkannya?
Dan, begitulah tim nasional sepak bola Indonesia menjemput takdirnya. Setelah menempuh berliku jalan di Grup D Piala Asia, setegang itu menunggu keputusan waktu, dan pada saatnya status sebagai satu di antara empat peringkat ketiga terbaik grup dipastikan untuk meraih tiket 16 besar.
Simaklah ungkapan syukur pelatih Shin Tae-yong ini, “Di setiap laga para pemain bekerja keras. Tanpa kerja keras, Yang di Atas takkan memberi kesempatan seperti ini…”
Lika-liku jalan dalam sistem kompetisi putaran final semacam ini memang menciptakan “kesewotan” tersendiri, karena jalan nasib harus ditentukan oleh hasil pertandingan tim-tim dari grup lain.
Yang lebih gagah tentu kelolosan dengan status minimal runner up grup. Hanya, grup dengan penghuni sekelas Jepang dan Irak, plus Vietnam tentu bukan kelompok mudah.
Dari awal, mengalahkan Vietnam menjadi target dari perspektif persaingan Asia Tenggara, walaupun statistik menunjukkan timnas era Shin Tae-yong selalu kesulitan menghadapi The Golden Stars Warrior. Sedangkan Jepang dan Irak, dari sisi reputasi dan peringkat FIFA (17 dan 63) jauh di atas Indonesia yang urutan ke-147.
Kekalahan 1-3 dari Irak dan Jepang, serta kemenangan 1-0 atas Vietnam memosisikan Indonesia sebagai urutan ketiga grup. Lalu, bersama Yordania, Suriah, dan Palestina, meraih tiket 16 besar.
Sejarah kelolosan untuk kali pertama sejak kepesertaan pada 1996 ini, bagaimanapun tak lepas dari “sentuhan” coach STY, yang mulai mengarsiteki timnas pada 2020.
Secara kuantitatif dia memang belum mempersembahkan trofi baik dari Piala AFF maupun SEA Games, namun “karya” dari kiprah di kualifikasi Piala Asia, putaran final Asia, dan pergerakan peringkat FIFA tentu tak bisa diabaikan.
STY juga tekun membangun kultur dengan penguatan karakter pemain dalam hal pola hidup, pola makan, dan sikap profesional.
Vs Australia
Setelah lolos dari penantian mencekam sebagai salah satu tim peringkat ketiga terbaik, bagaimana selanjutnya?
Drawing mempertemukan Indonesia dengan Australia sebagai juara Grup B. Calon lawan yang berperingkat 23 FIFA ini adalah juara 2015 dan runner up 2011. Di Piala Dunia, dari lima kali kepesertaan, catatan terbaiknya 16 besar 2006 dan 2022.
Bukankah ini jalan takdir berikutnya? The Socceroos adalah tim dengan pengalaman Piala Dunia yang kerap menyulitkan tim-tim kelas atas.
Di ajang Piala Asia U16 pada 2018, Bagus Kahfi dkk yang diasuh Fachri Husaini hanya kalah 2-3 lewat laga sengit perempatfinal, namun konstelasi kekuatan di level senior tidak bisa diperbandingkan dengan peta tim kelompok umur. Australia kini menjadi salah satu elite Asia sejak bergabung dengan AFC dari Zona Oceania pada 2006.
Pertemuan melawan Mathew Ryan cs di Stadion Jassim bin Hamad, Minggu (28 Januari) nanti jelas bukan laga mudah bagi Indonesia. Banyak hal yang menuansai laga perebutan tiket 8 besar itu.
Pertama, coach Shin berkesempatan untuk terus mengembangkan potensi peningkatan performa Asnawi Mangkualam dkk. Penampilan yang berkembang di babak grup Piala Asia diharapkan memperkuat konfidensi tim dan eksplorasi kemampuan pemain, karena tampil di level tinggi.
Kedua, pengalaman melawan Irak dan Jepang di babak grup menjadi bekal untuk meladeni Australia yang juga berperingkat tinggi FIFA.
Ketiga, inilah kesempatan bagi Tim Garuda unjuk karakter bermain. Para pemain Indonesia memiliki potensi kelebihan dalam kecepatan dan umpan-umpan pendek (push and run), sementara Australia bermain ala Eropa yang mengandalkan organisasi bola-bola panjang.
Keempat, laga besok malam menjadi kesempatan untuk meminimalisasi kesalahan-kesalahan lantaran buruknya transisi bermain dari menyerang ke bertahan dan bertahan ke menyerang. Termasuk menekan terjadinya blunder-blunder fatal.
Titik kelemahan yang sering nyata terlihat, sejauh ini adalah salah umpan dan mudah kehilangan bola karena pressing tinggi lawan.
Kelima, janganlah para pemain diliputi semacam “sindrom” berpuas diri karena lolos ke babak kedua. Para penggawa Garuda punya kesempatan membuktikan bisa terbang lebih tinggi.
Garuda-ku, jemputlah takdir dengan perjuangan memperbaiki sejarah dan sejarah, memori dan memori, konfidensi dan konfidensi…
— Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —