Perwakilan Warga dari tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Mintaragen, Panggung dan Tegalsari, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal yang memberikan kuasa ke LBH Perjuangan, Kompleks Panti Marhaen, jalan Brigjend Katamso No 24 Kota Semarang, Rabu (25/10/2023). Foto : Dok Absa

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perjuangan berharap, permasalahan tanah yang dialami oleh warga di tiga kelurahan, di Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal dapat diselesaikan dengan bijak oleh pemerintah kota (Pemkot) Tegal.

Hal itu disampaikan oleh Yance Langke kepada wartawan, saat memberikan pendampingan kepada ribuan warga, di kantor LBH Perjuangan, Kompleks Panti Marhaen, jalan Brigjend Katamso No 24 Kota Semarang, Rabu (25/10/2023).

“Ribuan warga tau masyarakat yang berpotensi kehilangan hak atas kepemilikan terhadap rumah/tanah yang telah ditempati selama berpuluh puluh tahun itu berada di Kelurahan Mintaragen, Panggung dan Tegalsari, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal,” jelasnya.

Sedang untuk luasnya, lanjut Yance, kurang lebih seluas 9 ribu bidang tanah yang hingga kini proses penyertifikatan melalui program PTSL gagal, karena terganjal surat Wali Kota Tegal, yang mengklaim hal kepemilikannya.

“Perjuangan warga untuk mendapatkan sertifikat hak atas tanah, yang ditempati selama berpuluh puluh tahun, dengan mengikuti program PTSL yang dicanangkan Pesiden Joko Widodo, kandas di BPN (Badan Pertanahan Nasional). Hal tersebut dikarenakan, ada surat Wali Kota (Tegal), yang meminta ke BPN untuk menghentikan proses pensertipikatan (PTSL), karena tanah tersebut diklaim milik pemkot,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Yance berharap, problem tanah di Tegal ini perlu segera diselesaikan dengan bijak demi kepentingan masyarakat dan semestinya Pemkot Tegal menarik/membatalkan SK sewa yang sudah terlanjur di terbitkan serta tidak lagi menarik retribusi pada warga.

Karena setelah tanah itu diklaim sebagai milik Pemkot, warga hanya menyewa tanah tersebut. Hal ini membuat warga dihantui ketidak pastian, padahal mereka sangat berharap, dengan terbitnya sertifikat tersebut, nantinya dapat membantu untuk meningkatkan ekonominya.

“Sebab penarikan retribusi yang dilakukan oleh pemkot selama ini, bisa dikategorikan sebagai pungli jika Pemkot tidak mampu membuktikan hak kepemilikannya dan sebaiknya, retribusi yang ditarik dari warga selama ini agar segera dikembalikan,” tegas Yance.

H. Abdul Rohman selaku tokoh masyarakat menambahkan, jika pihak BPN sebenarnya sudah melakukan pengukuran terhadap lahan-lahan tanah milik warga, namun akhirnya hingga saat ini tidak ditindaklanjuti.

“Kami bersama warga lainnya, selama ini sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi belum membuahkan hasil. Dulu sudah sampai pengukuran tanah oleh BPN, Kami sangat senang, namun sekian lama kami menunggu tak kunjung jadi juga, tetapi kami tidak akan putus asa, kami akan terus berjuang demi keadilan untuk mendapatkan hak kami” ujarnya.

Khamdani, seorang warga lainnya yang bekerja sebagai pedagang kecil (warungan), berharap dapat segera memiliki sertifikat agar dapat dijadikan untuk menambah modal usaha dengan mengajukan kredit di bank, agar dapat memaksimalkan usahanya.

“Saya sangat berharap sekali, untuk mendapatkan sertifikat, biar bisa nambah kredit dari bank untuk menambah modal kerja, karena selama ini dengan menggunakan SK, hanya bisa dapat kredit hanya Rp 5 juta,” terangnya.
Absa