JEPARA (SUARABARU.ID) – Peningkatan limbah organik dari budidaya udang intensif meningkatkan unsur hara dalam air/ enrichment yang berakibat pada blooming phyto plankton dan macro alga atau lumut sutra yang menutupi permukaan air bisa berdampak negatif terhadap biota karang dan padang lamun. Juga tidak tertutup kemungkinan tumbuh alga beracun (toxic alge) yang mengakibatkan gatak-gatal
Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr. Ir. Sri Rejeki, M.Sc, Guru Besar bidang Akuakultur di Department Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip Semarang Rabu (18/10-2023) dalam wawancara khusus dengan SUARABARU.ID.
Ia menjelaskan, peningkatan phyto plankton dan macro alga juga berdampak pada penurunan kandungan oksigen dalam air sehingga dapat mengakibatkan kematian masal biota air di kawasan tersebut seperti ikan-ikan hias, biota benthos seperti tripang, ikan konsumsi yang mengakibatkan hasil tangkapan nelayan menurun drastis. “Selain itu, jika micro dan macro alga mati mengakibatkan bau busuk,” tambah Prof. Dr. Ir. Sri Rejeki, M.Sc
Menurut Prof. Dr. Ir. Sri Rejeki, M.Sc, seharusnya sejak pertama para pembudidaya udang intensif tidak boleh membuang limbah budidaya langsung ke laut. Jika para pembudidaya tidak menggunakan bahan-bahan kimia dan anti biotik maka bisa dilakukan, pertama; limbah budidaya ditampung dalam petak pengendapan untuk mengendapkan partikel organik terlarut. Kedua,limbah S dari petak pengendapan masuk dalam petak biofiltrasi
Menurut Prof Sri Redjeki dalam petak biofiltrasi dapat dibudidayakan kerang (kerang hijau, kerang darah) dan rumput laut sebagai ekstraktif limbah organik; ikan bandeng atau nila. Biota dalam biofilter dapat dipanen dan dijual. Budidaya biota dalam biofilter disebut penerapan System IMTA (Integrated Multi Thropic Aquaculture) bertujuan untuk budidaya tanpa limbah ( zero waste aquaculture)
Ketiga, dari petak biofilter masuk ke petak tandon. Dalam petak tandon air sudah relatif bersih dan bisa digunakan lagi untuk budidaya
Hadepe