blank
Andre Onana. Foto: manud

blankOleh: Amir Machmud NS

// jika kau tak berani membuat kesalahan/ janganlah menjadi penjaga gawang/ jika ingin jadi pahlawan/ janganlah kau salah menutup celah/ buatlah gawangmu rapat tak berpintu/ bikinlah jaringmu tenang dalam suci…//
(Sajak “Blunder Kiper”, 2023)

PENJAGA gawang manakah yang terbebas dari blunder, kesalahan remeh temeh yang terlihat konyol dan berefek besar?

Selama masih berstatus sebagai manusia, rasanya takkan mungkin kiper menghindari kecerobohan-kecerobohan yang bisa menyebabkan gol atau kegaduhan fatal di jantung pertahanan.

Dan, bukankah tak hanya kiper yang punya potensi membuat blunder? Pemain belakang bisa pula salah, bahkan membuat gol bunuh diri, penuh sesal membobol gawang sendiri.

Penyerang? Tak sedikit pula momen ketika dia tak bisa menghindari predikat sebagai penyebab kekalahan. Peluang yang 99 persen gol, atau kekonyolan-kekonyolan yang menyebabkan tak seharusnya timnya gagal meraih kemenangan.

Simbol blunder itu kini melekat pada Andre Onana, kiper Manchester United yang didatangkan dari Internazionale Milan justru untuk menutup celah yang melekat dalam tampilan David de Gea, kiper yang dia gantikan.

Onana menyampaikan pesan kemanusiaan dalam dinamika industri sepak bola, bahwa selama blunder masih menjadi bagian dari sifat alami manusia, takkan mungkin seorang kiper konsisten berdiri tegak penuh konfidensi…

Andre Onana
Dan, Andre Onana adalah manusia berstatus kiper top: dari Ajax Amsterdam ke Inter Milan; dari Inter ke Manchester United.

Blunder kiper 27 tahun itu sejatinya tak berbeda dari kecerobohan-kecerobohan yang pernah dibuat oleh penjaga gawang MU sebelumnya: dari David de Gea, juga pada masa lalu Massimo Taibi, Roy Caroll, atau Fabien Barthez. Bahkan sang legendaris Peter Schmeichel.

Kebobolan 19 gol dari 11 laga pada awal musim 2023-2024, pantaskah statistika itu untuk seorang kiper internasional Kamerun, yang didatangkan oleh Erik ten Hag dari Inter, dengan buncah besar harapan lewat transfer mendekati angka Rp 1 triliun?

Kiper ini, dalam skema bermain Ten Hag, diproyeksikan sebagai titik awal membangun serangan, bukan kiper ortodoks yang tidak cepat dalam transisi bertahan ke menyerang.

Ironisnya, Onana dipilih karena dalam pandangan Ten Hag merupakan sosok pas untuk menutup kelemahan-kelemahan David de Gea. Ya dalam kecekatan respons membangun transisi serangan, ya dalam fungsi sebagai “the last libero”, juga seringnya kiper Spanyol itu membuat blunder. Nah, apa jadinya jika status si tukang blunder ternyata digantikan oleh jago blunder lainnya? Padahal ketika bermain untuk Ajax dan Internazionale, Onana tidaklah bereputasi sebagai “blunderis”.

Kesalahan tidak perlu yang dibuat oleh Andre Onana, menjadi fenomena viral dalam setidak-tidaknya tiga laga terakhir, bulan-bulan ini, yakni melawan Bayern Muenchen dan Galatasaray di Liga Champions, dan menghadapi Crystal Palace di Liga Primer.

Dia dituding amatiran, melengkapi kisah “kebodohan” yang sering dibuat oleh Bruce Grobbelaar, kiper Liverpool asal Zimbabwe di era Liga Inggris 1980-an, David Seaman, Lloris Karius, juga Peter Schmeichel.

Karius, yang memperkuat Liverpool dalam final Liga Champions 2018, butuh waktu panjang dari banyak laga untuk memulihkan diri, setelah “dirujak” oleh para penyerang Real Madrid.

Sedangkan konfidensi Schmeichel sempat “dihajar” oleh kecerdikan Davor Suker di Euro 1996, ketika kiper hebat Denmark itu terpancing maju ke depan tetapi kemudian “diakali” kecerdikan bola lob melewati kepala oleh Suker. Ketika itu, Schmeichel dianggap mengalami dobel malu: kebobolan dan cara bobol.

Kini Andrew Onana tampak terhajar oleh inkonfidensi akut lantaran kegugupannya sendiri. Peristiwa blunder menghadirkan pemandangan kontras, karena Onana sebenarnya tampil sigap dalam sejumlah momen krusial. Beberapa penyelamatan gemilang Onana tertutup oleh insiden blunder yang lalu mengetengahkan justifikasi pepatah “panas setahun dihabiskan oleh hujan sehari”.

Blunder Itu Brutal
Momen blunder betul-betul terasa brutal, dari sisi haru biru perasaan anak manusia. Apalagi dalam situasi tanggung jawab yang sangat diandalkan. Setelah itu, keperayaan diri pun dipertaruhkan.

Sekali lagi, sisi manusiawi membuat kesalahan tidak perlu itu tak hanya melekat dalam perjalanan kiper-kiper medioker. Kalau yang sekelas David Seaman pun pernah mengalami momen memalukan mengantisipasi tendangan “sihir” Ronaldinho di Piala Dunia 2002, atau kisah legendaris “dobel malu” Schmeichel, juga blunder yang dialami kiper-kiper top seperti Manuel Neuer, Alisson Becker, Thibaut Courtois, dan Edouard Mandy, mestinya Andre Onana bukan “kisah khusus” dalam bab tentang blunder pesepak bola.

Percayalah, blunder-blunder Onana adalah bagian dari dinamika konsistensi performa. Terkadang, betapa tipis batas antara momen-momen buruk dan performa emas seorang pemain.

Yakinilah, dari situasi sulit yang sekarang dihadapi, suatu ketika akan ada momen Onana menjadi pahlawan besar bagi The Red Devils…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah