SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama TNI-Polri dan penyelengara pemilu menyiapkan strategi agar Pemilu 2024 di wilayahnya tetap berjalan kondusif. Sebab, berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Bawaslu, Jawa Tengah terpetakan rawan sedang.
“Data Bawaslu, kita (Jawa Tengah) berada di daerah rawan sedang. Namun ada tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang masuk kategori rawan tinggi,” kata Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, saat memberikan arahan dalam Rakor Lintas Sektoral dalam rangka Sinergi dan Kolaborasi Unsur Penyelenggara dan Pengamanan Pemilu guna Mewujudkan Pemilu Aman di Wilayah Jawa Tengah di Hotel Patra Jasa, Selasa (10/10/2023).
Berdasarkan IKP Bawaslu, tujuh kabupaten/kota yang masuk kategori rawan tinggi itu meliputi Kota Semarang di urutan ke 12 dengan skor 73,26, Kabupaten Sukoharjo di urutan 14 dengan skor 70,20, dan Kabupaten Purworejo masuk urutan ke 18 dengan skor 67,11.
Selain itu, Kabupaten Temanggung di urutan ke 43 dengan skor 59,05, Kabupaten Wonosobo di urutan ke 46 dengan skor 58,35, Kabupaten Magelang ada di urutan 60 dengan skor 54,25, Kabupaten Kendal ada di urutan 64 dengan skor 53,25.
“Dari data itu, saya minta coba dilakukan langkah-langkah strategis dan evaluasi. Di mana kerawanannya itu,” kata Nana.
Menurut dia, langkah strategis dan evaluasi itu tentu diperlukan untuk menciptakan Pemilu dan Pilkada serentak Tahun 2024 mendatang yang damai, aman, tentram, dan berintegritas. Oleh karena itu, Pemerintah bersama POLRI dan TNI memegang peran penting dalam menciptakan stabilitas dan kondusifitas Jawa Tengah.
Nana menjelaskan, strategi dalam menjaga kondusifitas dan mencegah konflik sangat penting, khususnya di daerah yang masuk kategori rawan tinggi.
Dijelaskan Nana, sistem pencegahan dini untuk daerah potensi konflik harus dibangun. Caranya, dengan memelihara kondisi damai masyarakat, penguatan forum-forum mitra, penguatan deteksi dini, pelibatan para tokoh, stakeholders, media massa, dan jejaring sosial.
Strategi itu, kata Nana, dapat digunakan untuk membangun sistem pencegahan dini. “Sinergi antaraparat dan masyarakat dalam rangka deteksi dini dan cegah dini, serta penindakan pelanggaran dan ketegasan hukum harus dilakukan,” kata Nana.
Secara detail, Nana meminta agar dilaksanakan langkah-langkah strategis sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Untuk penyelenggara pemilu, diminta meningkatkan pelayanan; terutama terhadap proses pencalonan (perseorangan dan partai politik), akurasi data pemilih, dan peningkatan partisipasi masyarakat.
Adapun untuk peserta pemilu juga harus meningkatkan akses dan keterlibatan masyarakat dalam proses pencalonan dan melakukan pendidikan politik yang intensif sepanjang tahapan Pilkada.
Adapun bagi pemerintah daerah, dibeberkan Nana, harus memastikan dukungan pelaksanaan Pilkada dan mengintensifkan forum-forum komunikasi (Forkopimda, FKUB) untuk konsolidasi dan pencegahan potensi kerawanan.
Sementara untuk, Polri, TNI, BIN, Binda dan unsur intelijen lain harus menguatkan koordinasi untuk mencegah potensi konflik horizontal dan vertikal berdasarkan pemetaan dari IKP. Dan bagi organisasi kemasyarakatan dan jaringan relawan juga harus memperluas jaringan pemantauan Pilkada untuk meningkatkan kesadaran berpolitik yang demokratis.
“Ingat, bahwa sinergi dan kolaborasi antara unsur penyelenggara pemilu dan keamanan adalah kunci utama dalam mewujudkan pemilu yang aman. Tugas Ini bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi tugas bersama kita semua,” kata Nana.
Dalam kesempatan itu, Nana juga menyinggung terkait potensi penyebaran berita hoaks politik. Menurutnya, berita hoaks politik menjadi isu yang berbahaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) hingga ujaran kebencian dapat membuat perpecahan.
Hal lain yang perlu juga diantisipasi penyalahgunaan media sosial. Sebab, potensi konflik menggunakan media sosial pada pelaksanaan pesta demokrasi hampir selalu terjadi di sejumlah wilayah. “Selama ini di Pemda dan Polda ada bagian cyber yang mengawasi penyebaran hoaks,” katanya.
Sementara itu, Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi menyampaikan, di Jawa Tengah terdapat 117.299 TPS. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, setidaknya ada 297 TPS yang masuk kategori sangat rawan, 728 TPS rawan, dan 116.274 TPS kurang rawan.
“Jadi untuk kategori TPS itu ada rawan, sangat rawan, dan kurang rawan,” katanya.
Luthfi menambahkan, untuk mengantisipasi konflik yang ada di masyarakat, Polda Jateng juga membentuk Satgas Cooling System. Satgas ini bertugas mendinginkan masyarakat atau meredam percikan konflik yang ada di masyarakat. Satgas ini terdiri atas satgas manajemen media, ada satgas manajemen sosial, dan satgas manajemen kemitraan.
Hery Priyono