blank
Widiyatno SH, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Wonogiri (Dok.Widiyatno)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Musibah kebakaran di Wonogiri, belakangan sering terjadi dan berdampak fatal. Amukan jago merah, meluluhlantakkan pabrik mebel, pabrik kertas, pasar tradisional, kebun, rumah, kandang ternak dan lain-lain. Meludeskan harta benda, dokumen penting, juga meminta korban nyawa (ternak dan manusia).

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemadam Kebakaran (Damkar) Pemkab Wonogiri, Joko Santosa, mencatat, setidak-tidaknya Damkar Wonogiri telah memberikan pertolongan pemadaman kebakaran sebanyak 96 kali selama periode Januari-September 2023. Kejadian kebakaran bisa jadi lebih banyak, karena ada yang tidak meminta bantuan Damkar.

”Ini menjadi sesuatu yang memprihatinkan. Apalagi, setiap terjadi kebakaran berakibat fatal, hampir tak ada harta yang berhasil diselamatkan dari amukan api,” tandas Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Wonogiri, Widiyatno SH.

Menurut legislator dari Fraksi Partai Golkar ini, fatalitas dalam setiap musibah kebakaran, dipicu karena masyarakat masih mengabaikan Fire Safety Manajemen (FSM) atau MPK (Manajemen Penanggulangan/Pencegahan Kebakaran).

Pada hal, FSM dan MPK memegang kunci utama dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Karena mampu mencegah terjadinya fatalitas dampak kebakaran. ”Mencegah, akan lebih baik dibandingkan ketika memadamkannya,” ujar Widiyatno.

Tanggap Darurat

Kebakaran, terjadi karena disebabkan oleh gagalnya upaya pencegahan. Yakni gagalnya sistem tanggap darurat, dan kelemahan manajemen K3 (Kesehatan, Keselamatan, Kerja).

Hal itu terlihat pada kasus kebakaran besar Pasar Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Selagi api di awal dapat dicegah, maka tidak akan meluluhlantakkan seluruh los dan kios pasar beserta isinya.

Tapi, karena tidak ada tindakan emergency di awal, dan masih diabaikannya FSM dan MPK, maka nyala api makin berkobar. Mestinya, pemadaman dapat dilakukan di awal. Misal, di awal segera disemprotkan air atau dipadamkan memakai tabung Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Tapi air dan APAR tidak ada di pasar.

Lemahnya tindakan emergency dan masih diabaikannya FSM serta MPK, itu terjadi di hampir semua pasar tradisional yang ada di Kabupaten Wonogiri. Tidak ada tandon air di pasar (hidran) dan fasilitas APAR, yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk pemadaman di awal.

Banyak orang yang kemudian mencerca peran Damkar yang dinilai terlambat. Tanpa menyadari, jarak tempuh ke lokasi kebakaran relatif jauh dan memerlukan waktu. Jarak Markas Damkar Wonogiri ke Pasar Slogohimo sejauh 35 KM.

Lapis Kedua

Orang ringan mencerca peran mobil brandweer terlambat. Tanpa mau menyadari bahwa dalam manajemen In Case Fire Control, peran fire men berada di lapis kedua. Lapis pertama, adalah peran warga di lokasi, dalam hal ini pedagang atau bakul. Baru kemudian di lapis tiga adalah bantuan lingkungan dan lapis empat dari stakeholder terkait.

Mencermati kasus kebakaran besar Pasar Slogohimo, mestinya itu menyadarkan kita semua, tentang pentingnya menerapkan FSM dan MPK. Yang juga tidak boleh diremehkan, adalah pentingnya membentuk tim emergency di garda terdepan.

Tim emergency yang mendapatkan pelatihan dalam teknis pencegahan dan penanggulangan musibah kebakaran. Pelatihan, dapat diberikan oleh personel Damkar yang bersertifikat pernah mengikuti Diklat.

Di manajemen FSM dan PMK, diajarkan tentang komitmen mencegah kebakaran, merancang prosedure tanggap darurat, audit keselamatan, penerapan fire safety housekepping. Juga tentang sosialisasi keamanan terhadap bahaya kebakaran, serta tindakan mengevaluasi dan teknis monitoringnya.

Itu semua dalam upaya mewujudkan keselamatan jiwa manusia (life safety), perlindungan harta benda (property safety), keberlangsungan proses dan kerja, serta keselamatan lingkungan.
Bambang Pur