Jika menggunakan mobil, pengunjung bisa mencapai Desa Sade dalam waktu satu jam perjalanan dafri Mataram.

Sejarah Kampung Sade

Dilansir dari berbagai sumber, ada beberapa versi berbeda terkait sejarah Desa Sade. Versi yang dikenal saat ini mengatakan nenek moyang orang Sade berasal dari Jawa. Yakni, leluhur Hama Ratu Mas Sang Haji.

Ada juga yang mengatakan orang Sade merupakan warga Kerajaan Hindu-Buddha yang dipimpin Raja A A Gede Karangasem. Hal ini dapat terlihat dari bentuk-bentuk rumah penduduk berdasarkan tiga tangga, yang merupakan simbol dari wetu telu.

Budaya menenun sangat populer di kalangan perempuan di Desa Sade. Perempuan Sasak mulai belajar menenun sejak usia tujuh hingga 10 tahun.

Oleh karena itu, menenun merupakan profesi yang dijalani perempuan Sasak ketika masa panen telah berakhir. Selain itu, orang Sasak di Desa Sade percaya bahwa perempuan Sasak wajib menguasai keterampilan menenun sebelum menikah.

Salah satu produk hasil tenunan di Desa Sade adalah kain songket, yang terbuat dari benang emas atau perak dengan bahan dengan katun atau sutra. Untuk membuat sehelai Songket, diperlukan bahkan kain sepanjang dua meter dengan waktu pengerjaan selama dua hingga tiga minggu.

Tradisi Kawin Culik

Selain hal hal unik tersebut, ada hal menarik lainnya ketika kamu berkunjung ke desa ini. Saat berkunjung ke Desa Sade di Lombok tengah, kamu akan menjumpai istilah “kawin lari”.

Adat kawin lari ini mempunyai arti jika seorang laki-laki jatuh cinta pada perempuan suku Sasak dan di antara kedua pihak saling mencintai dan siap  menikah, maka laki-laki berhak membawa lari si perempuan tersebut dan dibawa ke tempat kerabat laki-laki dan diinapkan di rumah kerabatnya.

Kemudian keesokan harinya, sang pria dan pihak keluarganya akan melamar gadis yang dibawanya untuk dinikahi. Pada umumnya laki-laki desa ini diharuskan untuk menikahi perempuan dari suku Sasak juga.

Terdapat perbedaan soal mahar atau mas kawin. Bagi pria Sasak yang menikahi perempuan dari desa yang sama, hanya diwajibkan menyerahkan mas kawin Rp 100.000. Sedangkan, jika si mempelai pria menikahi gadis dari desa atau daerah lain, mas kawin yang wajib diserahkan setara dua ekor kerbau.

Rumah adat di Desa Sade juga memiliki ciri khas atau arsitektur tiga tipe rumah menurut penggunaannya. Pertama, bale bonter, yaitu rumah pribadi para pejabat desa. Lalu, ada bale kodong, rumah untuk pasangan yang baru menikah atau orang tua yang ingin menghabiskan masa tuanya.

Tipe rumah selanjutnya, bale tani yang digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat umum. Warga Sasak yang menempati bale tani punya kebiasaan unik membersihkan rumah menggunakan kotoran kerbau. Fungsinya, sebagai anti serangga dan menangkal serangan berbau mistis.

Pengelola Desa Sade biasanya akan menyuguhkan pagelaran atraksi paserean atau tari perang yang dilakukan oleh pemuda Suku Sasak bagi pengunjung.

Dalam tarian ini, dua pemuda saling berhadapan sambil membawa pemukul (penjalin) yang terbuat dari rotan dan tameng (ende) yang berbentuk segi empat dan terbuat dari kulit kerbau.

Tujuan dari peresean ini sebenarnya untuk meminta hujan ketika musim kemarau. Tenang saja, dalam tarian ini tidak akan ada yang terluka, apalagi sampai menumpahkan darah.

Dinita Charissa Ludviana -Mg