blank
Sidang pertama kasus pemalsuan surat dengan terdakwa DMHP alias DMH di Pengadilan Negeri Sukadana, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum pada Selasa (26/9/2023). Foto: Dok/Tim

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Sidang pertama kasus pemalsuan surat dengan terdakwa DMHP alias DMH digelar di Pengadilan Negeri Sukadana, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Selasa (26/9/2023) lalu.

Dalam kasus tersebut DMH didakwa dengan Pasal 263 dan 266 KUHP, dimana dengan adanya surat palsu tersebut membuat saksi korban, Shelvia (mantan istri DMH) harus kehilangan haknya untuk bertemu dan mengasuh anaknya atas nama EGP, yang hingga saat ini masih disembunyikan keberadaannya.

Kasus ini berawal pada 3 Oktober 2022, dimana DMH diduga memberikan keterangan palsu di Polsek Braja Selebah terkait kehilangan paspor anak atas nama EGP saat di perjalanan dari Metro Lampung ke Braja Selebah, Lampung Timur.

Dengan surat kehilangan Nomor : STPL/C1/135/X/2022/SEK Braja Selebah/Polres Lampung Timur/Polda Lampung tanggal 03 Oktober 2022 (yang isinya palsu) digunakan terdakwa untuk membuat paspor baru An. Ezekiel Gionata Purba di kantor Imigrasi Kota Bumi, Lampung Utara.

Namun ternyata paspor tersebut digunakan terdakwa dengan kedua orang tuanya untuk berangkat ke Singapore melalui Pelabuhan Nongsa Batam dengan Ferry Batam Fast.

Berdasarkan nomor perkara 273/Pid.B/2023/PN Sdn, DMH sudah dilakukan penahanan di Rutan oleh Jaksa Penuntut, M.Habi Hendarso, di Kejaksaan Lampung Timur tertanggal 5 September 2023.

Sudah ada upaya pengajuan restorative justice dari penasehat hukum DMH, dan saksi korban, Shelvia menyetujui upaya mediasi tersebut dengan syarat meminta kepulangan anaknya (EGP) ke rumahnya di Bekasi dalam keadaan baik-baik.

Namun restorative justice tidak dilakukan lantaran tidak ada kesepakatan untuk pengantaran anak kembali ke Bekasi sesuai dengan tanggal yang diajukan Shelvia (15 September 2023).

Diketahui, dari putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor: 1080/Pdt.6/2022/PN Tng, tanggal 08 Februari 2023, dan Putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor : 121PDT/2023/PTBTN, tanggal 10 April 2023 menyatakan salah satu amar putusannya adalah Hak Asuh Anak EGP jatuh pada saksi korban, Shelvia.

Penasehat Hukum terdakwa, Adheri Zulfikri Sitompul menyatakan keberatan atas dakwaan terhadap DMH dengan Pasal 263 ayat 1 atau 263 ayat 2 atau 266 ayat 1 yang terancam vonis 7 tahun.

Ada beberapa point yang disampaikan oleh Penasehat Hukum terdakwa, diantaranya belum terpenuhinya Pasal 184 KUHAP perihal legalitas dari pelapor, dimana menurutnya yang dirugikan di sini bukan Shelvia, namun anak EGP yang paspornya dibuat oleh terdakwa.

“Hak selaku tersangka menghadirkan saksi ahli tidak dilaksanakan oleh Polda Lampung, tidak dicantumkan dakwaan dalam cerita awal. Minggu depan (5 Oktober 2023), saya akan melakukan eksepsi keberatan terkait dakwaan dengan focus 184 KUHAP,” jelas Adheri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/9/2023).

“Dakwaan Pasal 263 ayat 1, Pasal 263 ayat 2, dan Pasal 266 ayat 1 tentang pemalsuan maupun penggunaan surat palsu untuk kepentingan seseorang bisa menimbulkan hak tertentu pada orang lain. Padahal itu kepentingan anak. Untuk kepentingan anak sendiri yang mau dibawa berobat sekaligus vaksin di Singapore,” jelas Adheri.

Shevia usai dikonfirmasi mengatakan, apakah masuk akal jika melakukan pemalsuan surat hanya untuk vaksinasi di Singapore? “Kenapa tidak ada komunikasi dengan saya selaku ibu EGP. Malah diam-diam berangkat ke Singapore dengan paspor baru. Padahal sebelumnya, tanggal 9 September (2022), anak sudah saya daftarkan di RS PIK dan diabaikan begitu saja. Sudah banyak rumah sakit ternama di Indonesia yang juga menawarkan vaksin dengan merek dan jenis yang serupa,” terang Shelvia.

“Kenapa harus membawa anak ke Singapore tanpa pemberitahuan kepada saya. Saya tahu mereka ke Singapore dari KBRI Singapore dengan paspor baru. Kenapa anak selalu dijadikan alasan atas tindakan pidana. Padahal yang dikorbankan di sini adalah anak. Saya minta Pengadilan Sukadana menegakkan hukum seadil-adilnya. Saya percaya atas profesionalitas dan kinerja para hakim, jaksa di PN Sukadana,” tandasnya.

Sementara itu, ada upaya lain yang ditempuh terdakwa melalui penasehat hukumnya yang lain, Jatendra Hutabarat.

Ia melakukan gugatan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kota Bumi di PTUN Bandar Lampung dengan nomor perkara 22/G/2023/PTUN.BL, yang isi gugatannya adalah menyatakan tidak sah atas Surat Keputusan (SK) Kepala Kantor Imigrasi Kota Bumi tentang Pembatalan Dokumen Perjalanan RI atas nama Ezekiel Gionata Purba. Tertanggal 21 September 2023, dimana PTUN Bandar Lampung menyatakan bahwa gugatan DMH tidak dapat diterima.

Ning S